“siapa yang bernama Zara Khalisa disini
?” tanyak pemuda yang berpenampilan keran itu. sorot matanya yang tajam menyapu
keseluruh ruangan belajar itu.
“saya” jawab si pemilik nama lembut dan mengacukan
tanggannya dan berhasil membuat si pemuda keren terpaku sejenak
“oh kamu. Ayo ikut aku” ajaknya, gadis yang bernama Zara
Khalisa itu menatap heran pemuda yang berdiri di ambang pintu.
“di panggil Dosen agama, Buk Dwi ayo!” sambungnya lagi
mengerti dengan tatapan binggung Zara.
Setelah mengerti Zara langsung melangkah mengikuti pemuda
yang memiliki gaya rambut anak emo itu. Mereka berjalan dalam diam, Zara
berjalan di belakang pemuda itu sesekali memandang punggungnya. Langkah pemuda
itu terhenti di depan perpus, spontan Zara pun menghentikan langkahnya dan
kembali menatap pemuda itu.
“ayo! Buk Dwi di dalam” ajaknya lagi sambil mendorong
pintu perpus, Zara hanya diam dan mengikuti pemuda itu.
Di dalam perpus suasana sangat tenang dan sunyi, semua
Mahasiswa/i sibuk dengan bacaan mereka. Zara dan pemuda rambut emo itu
memperhatikan seluruh ruang perpus hingga mata mereka menangkap sosok yang
mereka cari, tanpa memanggil keduanya melangkah pada sosok wanita yang sedang
membaca buku agama itu.
“saya telah membawanya” kata pemuda itu.
“assalamu mualaikum”
“waalaikum salam Zara ayo duduk disini nak!” printahnya.
“baik Buk, oh ya ada perlu apa Ibuk memanggil saya
kesini?’ tanyak Zara setelah mendaratkan pantatnya ke kursi di samping Buk Dwi.
“hmm akan Ibuk jelaskan” katanya dan meletakkan buku yang
sedang di baca tadi.
“Arsyad kamu juga ikut duduk nak!” sambungnya lagi, dan
tanpa mengatakan apa – apa Arsyad duduk di samping Zara.
Setelah semuanya duduk Buk Dwi masih diam dan
memperhatikan mereka berdua, Arsyad pemuda rambut emo itu nampak mulai kesal,
dan Zara masih mempertahankan kesabarannya.
“baiklah, sekarang akan Ibuk jelaskan maksud saya”
katanya membuka pembicaraan.
Buk Dwipun menjelaskan apa maksud dia memanggil Zara
untuk menghadapnya, Arsayd yang ikut mendengar penjelasan itu tak henti –
hentik menarik nafas kesal. Sedangkan Zara Cuma manggut – manggut mengerti akan
maksud Buk Dwi, dia nampak tenang mendengarkan penjelasan itu.
“jadi saya harus membantuk Bang Arsyad dalam mata kuliah
agama?” tanyak Zara setelah Buk Dwi selesai menjelaskan, Buk Dwi hanya
menganggukan kepalanya menanggapi perkataan Zara.
“saya gak mau dia membantu saya, saya bisa menyelesaikan
mata kuliah ini sendiri” tolak Arsyad.
“tidak bisa ini sudah keputusan mutlak dan Mamah kamu
juga setuju dengan usulan ini, saya yakin Zara akan bisa membantu kamu, kamu
tidak mau kan menjadi mahasiswa abadi disin?” jelas Buk Dwi berusaha setenang
mungkin menghadapi Arsyad.
“kalian berlebihan, saya baru semester 6” kata Arsyad,
Zara hanya menjadi pendengar yang baik.
“apa yang Bunda lakukan demi kamu, Bunda gak bisa selalu
mendapinggi kamu, Mamah kamu menitipkan kamu sama Bunda, mengertilah” kata
Dosen agama dengan wajah pasrah andalannya yang tidak pernah bisa membuat
Arsyad menolak permintaannya.
“khem baik terserah keputusan Bunda saja” jawab Arsyad
pasrah dan meninggalkan perpus, Zara dan Buk Dwi menatap kepergian Arsyad.
“maafkan keponakan saya” kata Buk Dwi setelah Arsyad
benar – benar pergi.
“eh gak apa – apa Buk” kata Zara.
‘aku baru tau kalau
Bang Arsyad keponakan Bu Dwi’ kata batin Zara.
“selain kamu harus mengajarkan dia tentang mata kuliah
agama, saya harap kamu juga bisa mengubah peranggai dia itu”
“akan saya coba” kata Zara sambil memperlihatkan senyum
manisnya.
Zara pergi meninggalkan perpustakaan, dia melihat Arsyad
yang tengah berbincang – bincang dengan teman – teman tidak jauh dari
keberadaannya sekarang. Zara ingin menegur Arsyad namun ia urungkan niatnya,
dia harus memberi waktu buat Arsyad merima keputusan Buk Dwi. Itu hanya niat
Zara tidak ingin menegur Zara, tapi tidak dengan Arsyad dia malah sebaiknya.
“eh
gadis sok polos” langkah kaki Zara terhenti mendengar suara itu.
“Abang
panggil saya?” tanyak Zara lembut.
“kamu
Cuma pengen nilai dan pujian kan? kamu gak akan mendapatkan itu” kata Arsyad.
“maksud
Abang apa??” tanyak Zara binggung.
“udalah
gak usah pasang wajah itu, aku muak lihatnya” kata Arsyad ketus.
“terserah
apa kata Abang, setiap orang mempunyai penilain masing - masing Zara pamit
Assalamulaikum” kata Zara dan meninggalkan Arsyad yang masih terpaku.
“gadis
ini berbeda” gumamnya
Zarapun melangkah kan kikinya ke kantin
kampus, kerena dia yakin ke 3 temannya sekarang sudah berada di sana. Mungkin
dengan bertemu teman – teman yang selalu ada untuknya akan membuat perasaannya
lega.
Sesampai di kantin Zara kembali mengarahkan matanya untuk
mencari keberadaan tema – temannya. Tak butuh waktu lama Zara menemukan mereka
yang tengah duduk sambil menyantap makan mereka. Zara melakangkah kesana,
manyapa teman – temannya dan duduk lalu memesan makan miliknya.
“Aditia dimana?” tanya Zara setelah sadar kalau mereka
kurang satu anggota, seleng beberapa detik Aditia muncul sambil nyengir kuda
dan ia ikut bergabung dengan teman – temannya.
Nur Fitria teman Zara yang selalu mempunyai rasa ingin
tau berlebihan pun membuka pertanyaan tentang perihal Arsyad yang mencarinya
tadi. Zara tersenyum menanggapi pertanyaan Nur, kerena senyum manis Zara,
Aditia Azka dan Aiza Fatimah pun ikut penasaran. Ke tiga teman Zara menunggu
Zara membuka mulutnya untuk bercerita, Zara kembali memperlihatkan senyum
manisnya melihat sikap teman – temannya.
“ceritalah kami tidak ingin melihat senyum mu terus
menerus!” printah Aditia di tambah anggukan setuja dari Nur dan Aiza.
Zara kembali tersenyum tapi kali ini ia menceritakan tentang
apa yang sudah terjadi, ke tiga temannya menganggukan kepala mengerti. Wajah
mereka juga terlihat lucu saat tau kalau Arsyad adalah keponokan Buk Dwi.
“jadi kamu siap dengan tugas ini ?” tanyak Aiza khawatir.
“siap gak siap bukankah aku harus siap, Buk Dwi sendiri
yang memintanya padaku” kata Zara pasrah.
“kamu taukan perangai Bang Arsyad itu gimana?” tanyak Nur
dan lagi – lagi Zara menganggukan kepalanya.
“ok kalau kamu serius dan yakin aku akan beri daftar
dimana Bang Arsyad biasanya berada” kata Aditia.
“buat apa?” tanyak Zara binggung.
“kamu gak akan semudah itu menghadapi Bang Arsyad jadi
kamu harus mengikuti kemanapun ia berada” jelas Aditia.
“eh yang benar aja kamu aku gak mau” tolok Zara.
“ya terserah kamu, kan aku hanya beri usul. Kamu harus
tau kalau Bang Arsyad itu suka duduk dimana main apa” kata Aditia.
“setau aku Bang Arsyad suka berada di lapangan basket”
samber Nur.
“yayaya. nanti kalau aku gak tau keberadannya akan aku
hubungi kalian deh” kata Zara.
“itu lebih baik” jawab Aditia tersenyum manis.
~Ooo~
Malam telah menyapa Matahari yang menyinari seluruh jagat
raya telah kembali pada tempatnya, dan kini di gantikan oleh sang rembulan yang
indah. Zara yang baru saja selesai shalat insya menatap langit – langit
kamarnya dengan lesu. Percakapannya dengan Buk Dwi terus menari – nari dalam
otaknya, juga percakapannya dengan teman – temannya.
“Ya Allah mudah – mudahan hambamu bisa melakukan yang
terbaik” kata Zara dan kini membantingkah tubuh kekasur empuknya.
Dret…Dret…Dret…
Telpon genggam
Zara bergetar, Zara mengambil ponsel yang ia letakan di sebelahnya. Zara
melihat nomor yang tertera di layar Ponselnya, Zara tidak mengenali Nomor itu.
sempat ragu untuk menganggkat tapi mungkin saja ada yang penting pikirnya.
“asslam mualaikum” ucap Zara lembut.
“waalaikum salam,
lama banget sih akan telponnya apa yang kamu lakukan hmm?” tanyak suara itu
kesal.
“saya baru selesai shalat, ini siapa?” tanyak Zara dengan
suara lembutnya.
“Ilham” kata si
penelepon.
“Ilham?” ulang Zara.
“Ilham Arsyad, aku
lebih suka di panggil Ilham” katanya.
“oh maafkan saya, saya tidak tau” jawab Zara berusaha
sesopan mungkin.
“hn, gak usah
sesopan itu sama aku” protes Ilham Arsyad
“simpan nomor ku,
mungkin lain kali aku akan membutuhkanmu” samabungnya lagi.
“berarti Bang Ar__maksudnya Bang Ilham telah bisa terima
kan tentang keputusan Buk Dwi? Kalau begitu kapan kita mulai belajaranya?’
dan__”
“eh kalau mau
nanyak satu –satu jangan nyamber aja kayak petir” protes Ilham cepat.
“oh maaf Zara terlalu senang” ucap Zara malu.
“yayaya, oh jangan
kamu pikir dengan menghubungimu seperti ini aku akan menerimamu semudah itu” kata
Ilham ketus.
“ya Zara paham, tapi ini awal yang baik kan?”
Obrolan mereka pun cukup lama, padahal niatnya sih mau
suruh Zara menyimpan nomornya, tapi entah setan apa yang merasuki Arsyad__ralat
Ilham hingga ia ngobrol banyak malam ini dengan Zara.
“Za kamu sudah
mengantuk?” tanyak Ilham.
“iya Bang, kayaknya mata Zara udah berat ni” kata Zara
jujur.
“baiklah kita
lanjut lain kali saja. Selamat malam dan ingat kerena obrolan kita ini bukan
berarti aku akan menerima kamu”
“iya selamat malam assalamu mualaikum”
“waalaikum salam”
“ dia tidak seburuk yang aku pikirkan, tapi terlalu keras
kepala” ucap Zara.
~Ooo~
Setiba di kampus Zara melakukan aktifitasnya seperti
biasa, datang duduk mendengarkan, bertanya kalau ada yan gak paham, yah seperti
halnya seorang Mahasiswa. Namun, hari ini ada sedikit jadwal tambahan buat Zara
kalau biasanya ia langsung dapat ngumpul dengan teman – temannya setelah tidak
ada mata kulia tapi hari ini ia harus mencari sang Abang letting.
Setelah pemit pada teman – temannya Zara pun, menyulusuri
kampus mencari keberadaan Ilham. Udah lumayan lama mencari Zara tidak kunjung
juga menemukan Ilham, tapi dia ingat akan perkataan Nur kalau Ilham suka berada
di lapangan basket. Zara pun kini menuju lapangan basket. Sesuai dugaan Ilham
sedang berada di lapangan basket bersama
teman –temannya, Zara berdiri di lapangan basket dan memanggil – manggil
Ilham, jangankan jawab menoleh pun tidak ia terlalu seru bermain basket mungkin
atau tidak suka dengan kehadiran Zara..
Zara menarik nafas kesal, tenyata kesabarannya benar –
benar di uji jika berhadapan dengan Ilham Arsyad. Lagi menenangkan dirinya yang
tengah di ambang kesabaran, sebuah bola basket malah melayang dan.
Bug
Bola itu mendarat manis di kepala Zara, rasanya kepala
Zara sekarang nyun – nyunta dan ada segerombolan burung tengah menari di
kepalnya.
Bruk
Ilham dan teman – temannya pun berlari kearah Zara
yang tergeletak manis di pinggir lapangan.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun Ilham menguncang – guncang tubuh Zara dengan
kakinya, tapi tak ada respon dari Zara.
“yaelah sopan dikit kek, bukannya kamu kenal nie cewek?”
“ya. Zara Khalisa, gadis yang menggacaukan hidup ku” kata
Ilham sambil menggendong Zara dalam gendonongannya.
“calon istri?” tanyak mereka kompak namun Ilham hanya
diam.
Ilham pergi meninggalkna teman – temannya yang masih
menalar dengan pikiran bodoh mereka. Ilham membawa Zara ke ruangan kosong yang
tidak di gunakan untuk proses balajar dan mengajar saat ini, dia meletak kan
Zara di lantai, lalu membuka keredungnya dan mulai mengipas – ngipas Zara.
Beberapa menit kemudian Zara mulai mengerjam – ngerjam matanya, sosok yang
pertam kali di tangkap bola mata Zara adalah Ilham yang sedang
memperhatikannya.
“alhamdulilah ternyata aku masih di dunia” ucap Zara
sambil berusaha untuk duduk.
“lebay, kena bola gitue aja pingsan” ejak Ilham.
“Zara lagi gak mau berdebat sama Bang Ilham, kepala Zara
masih pusing” kata Zara sambil memijit – mijit kepalanya.
“astaufirullah halazim kerudung Zara mana?” tanyak Zara
sadar dengan kondisinya.
“nih” lempar Ilham.
Zara pun memakai kerudungnya dengan gugup, tiba – tiba HP
didalam tas Zara berbunyi tanpa minta izin Ilham pun menjawab panggilan itu.
“Aditia” guma Ilham dan memecet tanda warna hijau, dia
mendengar seksama apa yang dikatakan Aditia.
“Zara gak bisa jawab panggilan, dia lagi mengikat
rambutnya menggunakan kerudungnya yang gak beres – beres. Ah baik lah akan aku
sampai kan” katanya dan mengakhiri obrolan itu.
“eh kamu gak usaha lagi cari aku, aku gak akan mau di
ajarkan kamu mengerti” kata Ilham.
“gak bisa Zara udah janji sama Buk Dwi. Lagian semalam
kita sudah mengobrol banyak” kata Zara tegas dan menatap Ilham.
“ngobrol bukan berarti aku mau, dan ini keputusan aku
pergi lah!”
“gak akan” tolak Zara keras.
“kamu Cuma butuh nilai kan?” tanyak Ilham.
“bukan Za__”
“hahah gak usah bohong lah, udah banyak kok kasus kayak
gini, bukankah udah jelas apa yang aku bilang kemaren?”potong Ilham.
“tapi semalam bukannya Abang udah setujuh?” tanyak Zara
coba menyakinkan kesimpulannya.
“emang aku bilang gitue, bukan kah kita semalam hanya
ngobrol hal yang tidak penting?”
“tapi Zara pikir Abang udah setuju”
“gak aku gak setuju, aku bisa belajar sendiri jadi kamu
jangan susah – susah ngajari aku” kata
Ilham.
“enggak bisa Zara udah janji sama Buk Dwi pokonya Zara
harus mengajari Abang” kata Zara tegas dengan keputusannya.
“Za aku gak mau di ajarkan oleh adik letting jelas”
“terserah apa kata Bang Ilham pokoknya Zara tetap akan
ajarkan Bang Ilham”
“Za aku pikir kamu berbeda dengan gadis – gadis lain,
ternyata kamu sama aja dengan mereka, apa gunanya kamu gunakan kerudung kalau
kelakuan kamu gini. Gak ada harga dirinya mending buka aja kerudung kamu ” kata
Ilham ketus.
“Zara hanya menepati janji Zara sama Buk Dwi, terserah
Bang Ilham mau pikir apa. Dan lagi Zara masih punya harga diri , Zara gunakan
kerudung ini tulus dari hati Zara, Abang gak berhak mengomentarinya” kata Zara
berusaha tenang, tapi air mata telah menggenang.
“khem maaf kan aku, aku kasar. Aku hanya malu jika di
ajarkan oleh kamu, khem baiklah aku mau di ajarkan oleh kamu” kata Ilham
akhirnya mengalah dari sikap egonya merasa kasian melihat Zara, Zara terenyum
manis mendengar jawaban Ilham.
“besok kita mulai acara belajar kita” kata Ilham dan
meranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
“eh Abang mau kemana?” tanyak Zara, dan menghentikan
langkah Ilham di ambang pintu.
“gak boleh berdua – duaan kita bukan muhrib, Abang pikir
Za paham itu” kata Ilham dan benar – benar keluar sekarang.
~Ooo~
Tempat paling
nyaman kalau di rumah ya kamar tercinta, Zara yang baru pulang dari kampusnya
langsung masuk ke kamar dan merebahkan badanya ke kasur yang empuk itu. Baru
juga mau memejamkan mata, pintu kamar Zara di ketuk dengan malas namun masih
memasang senyum manisnya Zara membuka pintu kamarnya. Di depan pintu sudah ada
Ummi Zara, Ummi hanya mengatakan kalau teman – teman Zara menunggunya di bawah.
Satelah memakai kerudungnya Zara keluar kamar dan menuju
keruang tengah, disana sudah ada Nur, Aiza dan Aditia yang menanti
kehadirannya. Ke tiga teman Zara memandangnya kesal, Zara jadi binggung melihat
kelakuan teman – temannya.
“ek kanapa kalian pandang aku gitue?” tanyak Zara heran
dengan sikap mereka.
“ya Allah Zara apa semudah itu kamu melupakan kami karena
sudah ada Bang Arsyad” kata Nur dan sedikit memberi tekanan pada kata Bang
Arsyad.
“ah maaf aku lupa kalau kita ada janji ya, hmm kalian
paham lah kalau ini tanggung jawab aku sekarang” ucap Zara penuh dengan rasa
penyesalan.
“tapi aku udah hubungi kamu tadi” kata Aditia.
“tak ada pula, kapan kamu hubungi Zara?” Zara kembali
memasang wajah binggungnya.
“Bang Arsyad yang angkat” kata Aiza.
“ah, dia tak bilang apa – apa sama Ara?” tanyak Aditia.
“hmm enggak seingat Zara Bang Ilham memang tak bilang apa
- apa”
“bukan Bang Ilham Bang Arsyad” ucap Aditia.
“itulah sama aja, Arsyad kah Ilham kah orang yang sama,
nama dia Ilham Arsyad, katanya dia lebih suka di panggil Ilham” jelas Zara yang
di respon anggukan oleh teman – temannya.
“yalah yalah mau Ilham atau Arsyad aku gak peduli yang
aku peduli sekarang tugas kita buat sekarang?” tanyak Nur.
“buat sekarang lah” ucap Zara semangat.
Mereka pun mulai membuat tugas kuliah yang di berikan dosen,
ke empat anak manusia itu mengerjakan tugas mereka dengan serius. Zara terlihat
manis jika memasang wajah seriusnya seperti ini, Nur dan Aditia pulak tak henti
– hentinya bertengkar. Aiza yang duduk di tengah – tengah mereka pun mencoba
meleraikan pertengkaran mereka yang tak masuk akal itu.
Pemandangan indah ini pun menyambut Ayu pulang sang Kakak
dari Zara, Ayu tersenyum melihat acara belajar adiknya. Ayu jadi ingat masa
saat dia dan kawan – kawannya belajar seperti ini.
“Assalam mualaikum” ucap Ayu.
“Awalaikum salam. Bile Kakak pulang ni?” tanyak Zara dan
langsung meninggalkan tugasnya menyambut
kedatangan sang Kakak.
“baru, tapi Akak liat pulak Ara dan kawan – kawan Ara ni
tengah serius kerjakan tugas kuliah” kata Ayu.
“itulah Kak tugas kami sangat banyak” keluh Nur.
“Ara yang baut, kamu yang ngeluh” kata Aditia.
“aku juga membantunya” bela Nur.
“ya bantu mengacaukan”
“Amboi, Kakak pike Aditia yang paling dewasa, Ara
sepertinya cerite Ara pasal Aditia salah lah” kata Ayu tersenyum kearah Aditia.
“hehe bukan gitue Kak, Nur ni nyebelin” elak Aditia
sambil menggaruk kepala belakangnya yang gak gatal.
“hmm yalah tue, kalau dah terpojok orang lain pun salah”
kata Zara.
“wah Adit bakal kalah berdebat ni, habis Adit sendiri
sih” kata Aditia dengan wajah sedihnya.
“dah jangan ngedrama kapan tugas ini selesai” lerai Aiza.
“yalah, yadah Akak kami buat tugas dulu ya”
“iya,shalat asar udah tue”
“dah tadi berjemaah pula” kata Zara.
“bast lah kalau macam tue, Akak nak masuk bilek dulu ye,
jangan begadoh tue”
“yalah Akak”
Sepeninggalan Kak Ayu, teman – teman Zara malah senyam –
senyum meperhatikan Zara, Zara kembali di buat binggung dengan sikap teman –
temannya.
“apa hal, pandang aku macam tue?” tanyak Zara.
“karena tuelah, care awak
bicare sama Akak awak, bikin saye
dan kedua kawan awak nie gemes” kata Aditia menggunakan logat yang dipakai Zara
dan Kakaknya bicara tadi.
“amboi, awak nie sada kan kalau saye pulak memang
bercakap macam ni kat rumah”
“sada sesada sadanya” kata Aiza, dan merekapun saling
melemparkan senyum.
“same Akak awak tue kan?” tanyak Nur
“yalah”
“hmm yunik emang kalian berdue thue” kata Aditia
Setelah acara bercanda itu selesai mereka pun kembali
mengerjakan tugas mereka, setelah semua tugas kuliah selesai. Aditia, Nur dan
Aiza pun pamit pulang.
Setelah teman – temannya pulang Zara pun kembali kekamar
ambil handuk lalu pergi mandi buat nyegerin badan yang dah lelah.
~Ooo~
Seperti perjanjian yang telah mereka sepakati, hari ini
Zara mengajarkan tentang mata kuliah agama pada Ilham. Selama proses belajar
itu Ilham tak henti – hentinya mengoda Zara yang dengan mudahnya tersipu.
Kehadiran Zara dalam hidup Ilham bagaikan ada warna baru,
ia seperti mendapatkan mainan baru. Dan Zara sendiri juga merasakan hal yang
sama, sosok Ilham sangat berbeda dengan teman – teman yang pernah ia kenal.
Ilham bisa jadi apapun sesuai kondisi, kadang ia menjadi sangat baik dan sangat
cocok menjadi seorang Abang, kadang juga sangat nyebelin dan membaut Zara dia
ambang kesabarannya.
Tanpa sadar kebersamaan mereka memberi hal baru dalam
kehidupan mereka berdua. Ilham Arsyad pemuda yang jarang sekali membicarakan
seorang gadis kini tak henti – hentinya membicara Zara Khalisa, sang adik
letting yang menjabat sebagai guru privat Ilham.
Kini keduanya sering sekali menghabiskan waktu bersama,
Ilham juga kini mulai paham dengan apa yang di ajarkan Zara.
“Abang, Abang paham tak apa yang Zara ajakan nie, Zara
capek lah Abang tak paham – paham lagi” kata Zara kesal.
“kalau Za kesal dan bicara seperti itu Abang bukanya
takut malah gemas liat Za” kata Ilham menahan senyumnya.
“Ape pulak Abang gelak ni, Abang kire lucu ke?”
“Allahu akbar Allahu akbar” terdengar suara Azad Dhur
berkumandang.
“dari pada marah, Za shalat Dhur sana!”
“Abang gak ikut? Berdosa tak shalat”
“Yalah abang ikut lagi” kata Ilham menggunakan cara Zara
bicara, Zara memandang kesal Ilham yang berbicara seperti itu.
Mereka berjalan menuju musalah yang gak jauh dari tempat
mereka berada sekarang, keduanya berjalan dalam diam keduanya sibuk dengan
pikiran masing – masing. Dan tiba – tiba langkah mereka saat ada yang memanggil
Ilham.
“Bang Ilham!” serunya dan menghentikan langkah mereka.
“ah Isyara ada apa?” tanyak Ilham.
‘mereka pasti dekat, gadis ini
manggil dengan sebutan Ilham bukan Arsyad’ kata batin Zara
memandang gadis di samping Ilham sekarang.
“Abang mau kemana?” tanyak gadis yang di panggil Isyara
itu.
“musala Isyara mau ikut?”
“hmm gak Isya lagi istimewa sekarang”
“hmm yadah kalau gitue, kita ngobrol nanti lagi. Za ayok!”
ajak Ilham dan meninggalkan Isyara yang masih memandang mereka dengan raut yang
gak bisa di tebak.
Selesai shalat Zara masih memikirkan gadis tadi, pasalnya
Zara seperti mengenal gadis yang berparas cantik itu.
“gak balik?”
“eh iya”
Zara keluar dari musala dengan pikirannya masih tertuju
pada Isyara, Zara yakin dia pernah melihat gadis itu. sangking asyiknya melamun
Zara gak sadar dengan kehadiran Ilham yang berjalan beriringat dengannya, Ilham
terus memperhatikan Zara yang memasang wajah aneh itu.
“Cik Zara Khalisa lagi pike apa ni?” tanyak Ilham memakek
logat Zara.
“Isyara” jawab Zara tanpa tau siapa yang bertanya
padanya.
“kenapa Za pikir Isyara?”
“penasaran, Za macam pernah jumpa budak tue” kata Zara.
“yalah dia gadis yang ada di Hp Abang lah”
“iye ke?” tanyak Zara memperhatikan Ilham.
“hmm Za kan pe__”
“bang Ilham” potong Zara kaget.
“Apa?”
“sejak bile Abang kat sini”
“dari tadi, Za tak focus asyik dengan pemikiran Za
tentang Isyara mana Za sadar dengan kehadiran Abang” jelas Ilham dan Zara hanya
senyum malu.
“ah maaflah, oh iya kapan Za liat foto Isyara ada di
ponsel Abang?”
“hari ketiga kita belajar ponsel Abang bunyi dan Za liat
foto Zara kan?”
“haha iya, Za lupa. Hmm Abang suka Isyara?”
“ mungkin. Isyara baik tapi sekarang ada gadis lain yang
membuat abang lebih tertarik” jujur Ilham.
“jangan seperti itu, siapa tau Isyara juga menyukai Abang
dan udah narok harapan tapii abang malah suka gadis lain”
“kalau urusan lain Za bisa mengubah sesuka hati Za, tapi
ini masalah hati kita mana tau kalau sang pencipta berkehendak lain”
“ya Bang Ilham memang yang paling betul lah, tapi Abang
jangan main – main dengan hati orang” ucap Zara.
“Za Abang suka dengar Za bicara bahasa Melayu, keluarga
Za ada yang berdarah melayu kah?’
“tak Ummi die asli orang Bandung, Abah Za asli berdarah Aceh. Tapi Abah sama
Ummi lama kat sana. Abah dan Ummi belaja
di Uiversiti sane, habis tue lanjut keje disana ” Zara kembali mengubah cara
bicaranya.
Ilham manjadi pendengar setia saat Zara menceritakan tantang
keluarganya, Ilham juga baru tau kalau Zara kembali ke Indonesia saat umurnya 8
tahun. Selama bercerita Zara gak sadar kalau dari tadi Ilham meperhatikan semua
gerak – gerik Zara.
‘sepertinya aku tertarik padanya’ kata
batin Ilham.
“Abang Zara ada kelas lagi Zara pamit ya?”
“ah?” pertanyaan Zara membuat Ilham kaget dalam dunia
lamunannya.
“Za bilang apa tadi?” tanyak Ilham beloon.
“Za ada kelas lagi, karang Za pamit ok. Assalam
mualaikum”
“waalaikum salam” jawab Ilham, dan Zara pun pergi
meninggalkan Ilham duluan. Ilham tersenyum meperhatikan Zara yang makin menjauh
darinya.
Sepinggalan Zara, Ilham di kagetkan dengan kahadiran
isyara. Mereka pun berjalan sambil mengobrol bersama mereka terlihat akrab.
“Isya liat 2 minggu nie Abang dekat sama Kak Ara” kata
Isyara.
“Ara?” ulang Ilham.
“Kak Zara” ucap Isyara sambil tersenyum.
“oh Za, itu karena Buk Dwi menyuruh Za buat ajarkan Abang
tentang mata kuliah agama” jelas Ilham.
“Abang suka Kak Ara?” tanyak Isyara setelah menarik
nafas.
“iya . kalau Abang gak suka kita gak bisa belajar dengan
baik” kata Ilham.
“Abang cinta?”
“cinta, entahlah Abang gak tau”
“Abang” panggil Isyara dan menghentikan langkahnya.
“hmm”
“Abang gak suka Isya? Maksud Isya Cinta?”
“hmm Isya Abang gak tau Abang suka atau gak pada Isya,
tapi Abang sayang pada Isya”
“itu karena Abang cinta Kak Zara, tapi walaupun gitu Isya
akan berusaha untuk membuat Bang Ilham kembali menjadi milik Isya. Isya cinta
Bang Ilham itu yang Isya tau”
“Isya bilang apa sih?. Ayo kita pulang aja!” Ilham
mengajak Isyara pulang bersama.
Setelah mengantar Isyara pulang, Ilham langsung balik
kerumah. Dan Ilham masih memikirkan obrolannya dengan Isyara tadi. Mengingat
hal itu Ilham selalu menarik nafas berat rasa kepalanya jadi pusing memikirkan
hal itu.
“assalamualaikum” kata Buk Dwi mencoba mengingatkan
Ilham.
“ah maaf. Assalammualaikum” ucap Ilham.
“waalaikum salam, kamu mikirin apa sih?” tanyak Buk Dwi.
“gak ada yang penting”
“Arsyad bisa cerita sama Bunda”
“Arsyad, janganlah Bunda panggil Ilham Arsyad” protes
Ilham kesal.
“kenapa nama kamu kan Ilham Arsyad jadi mau Ilham atau
Arsyad kan sama, kamu juga kan”
“Ilham gak suka di panggil Arsyad, kerena ada Arsyad lain
yang gak Ilham suka. Gara – gara bunda selalu panggil Ilham Arsyad sekarang hampir
semua panggil Arsyad” kata Ilham dan kini menghempaskan pantatnya di samping
sang Bunda.
“yalah Bunda minta maaf, kalau gitue Bunda panggil Ilham
“
“janji” Ilham tersenyum menanggapi perkataan Bundanya.
“janji”
Dret…Dret…Dret
Telpon gengam Ilham berdering dengan malas Ilham menjawab
panggilan itu setelah bicara dan menutup sambungannya, Ilham langsung pamit
pada Bundanya dan pergi lagi. Melihat sikap keponakan kesangatnya Buk Dwi hanya
bisa menarik nafas pasrah, dia menatap kepergian Ilham dengan banyak keinginan
menari – nari di otaknya.
“keingan terbesar semoga dia berubah” gumam Buk Dwi.
Ilham menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang, otaknya
juga masih memikirkan sesuatu. Sesampai di temapt tujuan Ilham langsung
memarkirkan mobilnya dan pergi untuk bertemu dengan orang yang telah
menghubunginya tadi.
“wieh apa kabar bro?” tanyak orang itu sambil menyalami
Ilham.
“baik, tumbenan kesini”
“kangen kalian semualah, oh aku dengar dari Arto kamu
lagi jatuh cinta?”
“entahlah aku pun binggung, kerena ada 2 gadis sekaligus
yang membuat ku nyaman” jujur Ilham.
“bhahahahah” tawa teman – temannya mengema di ruangan
itu.
Di tertawakan memang kesal, tapi bukan berarti hari ini
ia akan meninggalkan tempat itu kerena kemarahannya. Kali ini Ilham membutuhkan
mereka jadi dia membiarkan teman – temannya menertawakannya, dan tetap
melanjutkan cerita yang memalukan itu.
Ilham harap dengan bercerita perasaannya akan sedikit
lega juga mungkin dapat melupakan apa yang terjadi. Mungkin saja teman – teman
yang tak berguna itu bisa membuat dia melupkan sejenak masalahnya, dan dengan
begitu mereka kan jadi berguna di kehidupan Ilham.
~Ooo~
Di lain tempat Zara dan teman – temannya sedang
menghabiskan waktu bersama. Mereka duduk di taman dan terus mengobrol,
ceritanya gak jauh – jauh seputaran Ilham yang sudah agak berubah. Dan Zara
selalu jadi bahan candaan mereka, mereka menggoda Zara dengan mengatakan kalau
Ilham suka sama Zara makanya Ilham berubah.
“udahlah dia berubahkan lebih baik, emang kalian suka
kelakukan dia selalu gitu” kata Zara membela diri.
“iya kami paham Ara, hanya saja kehadiran Ara membuat
hidup Bang Ilham lebih terarah” kata
Aditia.
“yalah, lagi pun Ara tak punya perasaan apapun pada Bang
Ilham, Zara hanya mau membuat Bang Ilham berubah lebih baik, dan lagi Zara udah
punya seseorang yang bisa merebut hati Ara” kata Zara sambil tersenyum.
“siapa pemuda yang beruntung itu?” tanyak Nur menyenggol
bahu Zara.
“ada orang yang baiknya, selalu mengerti Zara ada saat
Zara sedih pokok orang Bast”
“siapa? Kami kan juga pengen tau. Kapan orang itu akan
melamar Ara?” goda Aditia.
“biarkan waktu yang akan menjawabnya” kata Zara berdiri
lalu berlari meninggalkan mereka.
“kamu pikir kami gak tau, kita tau siapa orang itu”
teriak Aiza.
“baguslah”.
~Ooo~
Malam menyapa, selesai shalat Magrib mengaji sebentar
lalu membuat tugas kuliahnya, sambil membuat tugas kuliah dia senyam – senyum
sendiri entah apa yang sedang ia pikirkansekarang.
Tengah asyik mengerjakan tugas kuliah, Zara di kagetkan
dengan kedatangan Umminya.. Ummi duduk di samping Zara dan memperhatikan anak
gadisnya itu. Zara tersenyum melihat Umminya dan kembali melanjutkan tugas
kuliahnya.
“Ummi nak cakap siket same Ara boleh?” tanyak Abah.
“bolelah Ummi, tapi kejap ya Ara lagi buat tugas ni, siket
lagi pun” kata Ara.
“baiklah
Ummi duduk menunggu Zara selesai mengerjakan tugasnya,
dan Zara terlihat serius mengerjakan tugasnya. Setelah mengerjakan tugas Zara
langsung menatap Ummi, dengan tatapan ‘Ummi nak bilang apa pada Zara’. Ummi
tersenyum dan mengelus lembut rambut Zara, lalu Ummi pun mulai mengatakan
perihal kedatangannya kekamar Zara.
Ummi mengatakan kalau Kak Ayu telah di lamar, lalu ia
juga mengatakan kalau seseorang juga telah minta izin pada Abah dan Ummi untuk
melamar Zara. Zara tersenyum malu mendengar perkataan Umminya, tapi Zara tidak
mengatakan apapun dia tidak menerima atau menolaknya.
Setelah mengatakan apa yang harus di katakana Ummi pun
keluar dari kamar Zara, sepeninggalan Ummi Zara jadi memikirkan Ilham dan juga
obrolannya dengan teman – temanya di taman tadi. Zara nampak memikirkan
sesuatu.
“ah Kak Ayu” katanya dan berlari keluar kamar.
Zara mengetuk pelan pintu kamar sang Kakak, setelah
mendapatkan izin Zara langsung masuk sambil senyam – senyum sendiri.
“kau nak ape?” tanyak Ayu ketus tanpa menatap Zara yang
masih senyam – senyum.
“nak goda Akak yang, yang dah mau kawen” kata Zara
semangat.
“hmm metuah punya budak, Akaknya pun nak gode?”
“Akak, nak kawen kan same Abang Salman, iye kan”
“sape bilang same engkau Abah atau Ummi?”
“Ummi tadi die datang ke bilik Ara”
“oh Ummi, hmm Ummi ada bilang perihal ade seseorang yang
nak kawen sama Ara pulak”
“ade, tapi kan Akak Ara binggung nak jawab apa, Ara budak
kecik lagi”
“budak kecik kah sebesa nie, Ara denga Akak cakap nie,
pacaran lama – lama tak bayek. Lebih baik Ara kawen lagi pun Ara suka kan laki
nie”
“suke tapi kan Akak_”
“Ataut Ara suka same Ilham Abang letting Ara?” potong Ayu
dan berhasil membuat pipi Ara memerah.
“Akak bukan lah macam thue, Ara same Bang Ilham kawan je
mana boleh kawen” protes Ara.
“boleh asalkan Ara nak”
“taulah, Ara tak nak lah cerite sama Akak lagi, mending
Ara pigi tidu”
Zara pun keluar dari kamar Ayu dengan muka kesal, Ayu
hanya terkekeh melihat tingkah Zara yang menurutnya sangat kenak – kanakan dan
lucu itu.
~Ooo~
“Kak Zara” panggil Isyara saat melihat Zara yang barus
saja keluar dari ruang kelasnya, Zara tersenyum menanggapi panggil Isyara.
“Kak bisa kita bicara sebentar?” tanyak Isyara sambil
langkahnya mendekat kearah Isyara dan teman – temannya yang tengah berdiri.
“tentu, katakana saja!”
“tidak disini mugkin di teman yang lain” kata Isyara
sambil melirik teman – teman Zara,
“hmm baiklah”
Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan teman – teman
Zara yang akan pergi ke tempat favorit mereka. Sepeninggalan Zara Aditia, Nur
dan Alza juga ada 2 orang teman lain pun pergi meninggalkan ruangan kelas.
Namun, baru beberapa langkah Ilham datang mencari Zara.
“Zara mana?”
“pergi dengan anak semester 2” jawab Nur.
“siapa?”
“entah” jawab Aiza singkat.
“mereka pergi kemana?” tanyak Ilham lagi
“kearah sana” tunjuk Aditia.
Tanpa terima kasih Ilham langsug pergi sesuka hati,
membuat Nur dan Aiza membicarakan kelakukannya.
“Ara belum 100% dan mengubah kelakuan Bang Ilham” kata Nur
dan di tanggapi anggukan oleh Aiza.
“udah jangan ngomongin orang di belakang, dosa” kata
Aditia.
Sedangkan
Zara dan Isyara mereka asyik bicara hal
yang biasa dan tidak terlalu penting. Isyara bertanya banyak hal pada Zara begitu juga dengan Zara, dan pertanyaan
itu pun tidak sedikit pun berhubungan dengan Ilham dan keduanya terlihat akrab,
hingga pertanyaan yang terakhir di tanyakkan Isyara dan membuat obrolan itu
agak canggung.
“Kaka suka Kak Ilham?” tanyak Isyara dan menghentikan
langkah Zara, Zara terdiam sejenak menanggapi pertanyaan itu dan Isyara
memandang lekat kearah Zara.
“Kak, kakak suka”
“iya . kalau Kakak gak suka kita gak bisa belajar dengan
baik” kata Zara sambil tersenyum manis.
“jawaban Kakak dan Bang Ilham sama”
:hmm kebetula aja”
“kalau cinta?”
“Cinta? Kakak tentu saja gak cinta”
“entah siapa yang tau nanti, kalau suatu saat kak Ara
cinta sama Bang Ilham Isya tetap akan merebut Bang Ilham kembali” kata Isyara
sambil tersenyum tapi matanya gak bisa berbohong kalau ia sangat kesal
sekarang.
Zara menanggapi perkataan Zara dengan tersenyum lembut,
di arah belakang mereka terlihat Ilham yang memperhatikan mereka. Dia memegang
dadanya lalu tersenyum miris, setekah menarik nafas dan perasaan lega mereka
pun menghapiri kedua gadis cantik itu.
“Za, Isya” panggil Ilham dan kedua gadis itu menghentikan
langkahnya.
“Mamahnya Abang ingin ketemu dengan Za” sambung Ilham
memandang Zara.
“Za, kenapa?”
“entah, Mamanya Abang baru kembali dari luar negeri,?
Isya mau ikut” kata Ilham.
“kalau Bang Ilham izinkan pasti Isya ikut” kata Isyara
sambil tersenyum.
“yasudah ayo kita pergi”
“hmm baiklah tapi Za telpon teman – teman Zara dulu ya,
biar mereka gak nunggu Za”
“baik, kalian gak ada kelas lagi kan?”
“gak” jawab keduanya singkat.
Setelah Zara memberitahukan pada teman – temannya mereka
pun pergi meninggal kan Kampus dan menuju ke kediaman keluarga Ilham. Sesampain
di rumah Ilham yang lumayan besar itu mereka di sambut ramah oleh orang tau
Ilham. Dan Zara mendapat pelukan hangat dari Mamah Ilham, Isyara yang melihat
hal itu terlihat sedih Zara jadi merasa bersalah kerena insidet itu.
Orang tua Ilham memberikan banyak hadiah untuk Zara, baju
gamis, kerudung – kerudung yang cantik juga beberapa barang kecil lain. Mereka
terlihat sangat senang dengan kahadiran Za, bahkan adik kecil Ilham Dina
terlihat dekat dengan Zara mereka seperti sudah kenal lama.
Setelah acara bagi – bagi hadiah dan mengobrol mereka pun
memasak makan siang, Zara terlihat
sangat mahir melakukan hal itu. sedang Isyara banyak hal yang tidak ia tahu
tentang memasak.
“Isya” panggil Mamah Ilham.
“kamu panggil para laki – laki dan yang lain bilang
makannya sudah siap”
“baik tante” Isyara pun pergi meninggalkan dapur.
“tante bukankah Isyara gadis yang cantik dan baik?”
tanyak Zara.
“iya tapi gak secantik dan sebaik kamu, dan kamu telah
membantu anak tante yang badung itu” kata Mamanya Ilham Buk Salma.
“hmm tante bisa saja” ucap Zara tersipu.
“Za kamu mau jadi menantu tante?”
“khuk” Zara tersedak dengan ludahnya sendiri.
“eh kenapa? Kamu gugup minum dulu”
“enggak Tan,. Lagian Zara sama Bang Ilham gak mungkin
bersama Zara lihat Bang Ilham menyukai gadis lain” kata Zara sambil tersenyum
dan gak sadar Ilham yang baru datang memperhatikannya.
“siapa?”
“Isyara, Zara yakin Bang Ilham menyukainya” kata Zara dan
Mamah Ilham tersenyum menanggapinya.
“jangan asal ambil kesimpulan” kata Ilham yang tentu saja
membuat Zara terkejut.
“eh maaf”
“untuk apa? Emang kamu lakukan kesalan Zara kamu kan Cuma
mengatakan apa yang kamu rasakan” bela Mamah Ilham.
“Mamah bela terus gadis ini”
“ya ampun kalian jangan bertengkar dong kita makan siang
dulu” lerai Mamah.
Mereka makan siang dalam hening hanya suara sendong dan
piring yang terdengar, bagi Isyara, Pak Yunus Ayahnya Ilham, Buk Dwi, Pak kamal
dan Dina suasana yang terciptakan ini biasa saja. Namun, bagi Zara, Ilma dan
Buk Salma ini suasan yang salah. Pasalnya setelah kejadian di dapur tadi Zara
dan Ilham terlihat saling menghindar, bahkan untuk saling melirik.
“Zara Ilham Shalat Zdhur dulu” kata keduanya bersamaan.
“hmm kalian bisa Shalat berjamaah mungkin” usul Mamah
niatnya sih agar mereka berbaikan.
“enggak Ilham shala di kamar aja” kata Ilham dan bangkit
di kursi begitu juga dengan Zara.
Setelah jauh dari ruang makan tepatnya di ruang tengah
ternyata Ilham menunggu Zara disana. Ilham menghentikan langkah Zara dan
menggajaknya untuk bicara di luar, tapi tanpa mereka sadar Isyara melihat hal
itu dan mengikuti mereka.
“apa maksud Za bicara seperti itu sama Mamah?” tanyak
Ilham.
“apa yang salah, Zara hanya mengatakan apa yang Zara
rasakan” kata Zara.
“Za tau kalau apa yang Zara rasakan itu salah Abang gak
suka dia”
“apa yang salah, Za yakin Abang suka Isyara. Abang jujur
saja pada hati Abang” kata Zara tenang.
“Abang suka Isyara bukan sebagai seorang gadis tapi hanya
sebatas adik” kata Ilham.
“Za gak melihat gitu, Abang suka Isyara itu yang Zara
lihat” Zara bersikekeh dengan pendapatnya.
“Zara egois, Abang suka Isya hanya sebatas adik gak
lebih. Dan lagi Abang suka gadis lain, gadis yang menurut Abang lebih baik dari
Isyara” kata Ilham kesal, Zara hanya terpaku bukannya habis kata – kata untuk
menyerang Ilham tapi ia melihat Isyara yang ikut mendengar perdebatan mereka.
“Isya!” seru Zara, dan membuat Ilham memutur kepalanya menghadap
kearah Isyara.
“kenapa kalia liat aku seperti itu, aku tidak apa – apa”
kata Isyara dengan air mata yang telah menggenang. Lalu berlari masuk kerumah
Ilham.
Isyara mengambil tasnya dan pergi begitu saja tanpa
peduli pada keluarga Ilham yang memandang heran. Namun, saat mereka melihat
Isyara yang menanggis mereka pun ikut berlari menggejar Isyara. Di luar Zara
dan Ilham masih berdiri dalam diam , dan saat melihat Isyara Zara dan Ilham
berusaha mencegah dia pergi.
Mereka menjelaskan apa maksud dari percakapan mereka
tadi, tapi jangan kan mau mengerti mendengarkan penjelasan itupn dia enggan.
Dan para orang tua hanya menyaksikan apa yang sedang terjadi.
“Isya maaf Abang gak maksud untuk berkata begitu”
“udalah, Isya paham kok lagian Isya bukan siapa –
siapanya Abang, Isya hanya gadis bodoh yang menganggap lebih perhatian Abang.
Isya terlalu membodohkan perhatian seorang Abang dan laki – laki yang suka pada
Isya hiks.. hiks…hiks” jelas Isyara diringi isak tanggisnya.
“Isya dengar dulu penjelasan Abang”
“gak apa – apa, Bang Ilham Isya suka dan cinta sama Abang
sampek kapan pun walaupun Abang telah berubah, nanti kalau perasaan Abang
kembali lagi pada Isya Abang kembalilah” kata Isyara dan melangkah kan kakinya.
“Isya berhenti” langkah Isyara terhenti dan Zara
mendekati Isyara.
“Isya pernah bilang sama kakak kan kalau suatu saat Isya
akan merebut kembali Bang Ilham dari gadis manapun, mungkin mulai sekarang
Isya sudah mulai bertindak Isya jangan
menyerah buat Bang Ilham menjadi milik Isya” sambung Zara dan mendekati Isyara.
“akan Isya lakukan” jawab Isya dan memeluk Zara erat.
“hmm berjuanglah”
“tapi untuk saat ini Zara harus pulang assalam mualaikum”
“waalaikum salam” jawab Zara.
~Ooo~
Setelah hari yang melelahkan itu berakhir, Ilham masih
saja memikirkan apa yag sudah terjadi. Dia merasakan kasihan melihat Isyara
namun dia juga tidak bisa berbohong kalau dia juga menyukai gadis lain. Mamah
yang melihat Ilham galaupun menghapiri anak laki – lakinya itu. Dia berbicara
pada Ilham kalau Ilham harus membuat keputusan dan benar – benar menetapkan
hatinya.
Nasehat Mamah bukannya membuat Ilham lega malah membuat
dia makin galau dan resah menghadapi masalah ini. Dia gak bisa memilih kerena
baginya kedua gadis itu berarti baginya, yang satu tidak mau ia sakiti dan yang
satu lagi yang bisa merebut hatinya.
Di lain tempat Isyara masih menanggis dia terus memikiran
apa yang dia bicarakan bersama Ilham tadi siang dirumah Ilham. Hatinya terasa
perih dan sangat sakit jika melihat hal itu dia gak perna menyangka kalau Ilham
hanya menganggaonya sebagai adik.
Di malam yang gelap ini bukan hanya Isyara dan Ilham yang
galau, Zara juga ikut merasaka hal yang sama. Ia merasa bersalah kerena
kehadirannya telah mengacaukan semuanya, Zara duduk di samping jendala nya sambil
memandang langgit yang gelap, tak ada satu pun bintang yang berkerlap – kerlip
bahkan bulan hampir sepenuhnya di tutup awan. Malam bagai mengerti dengan apa
yang tengah ia rasakan.
Dret…Dret…Dret
‘Aditia’
Nama yang tertera di ponsel Zara, Zara menjawab telpon
itu ia pun menceritakan semua yang terjadi di rumah Ilham pada Aditia.
‘itu bukan salah
kamu, Bang Ilham harus menentukan pilihanya gadis itu atau Isya, kalau dia
gak memilih hanya akan membuat hati
mereka sakit” jelas Aditia.
“hmm kalau Bang Ilham memilih gadis itu, Isya akan
tersakiti dan Ara yakin kalau sebenarnya Bang Ilham suka Isya” kata Zara.
‘itu resiko jatuh
cinta bukan pada tempatnya, udah Zara jangan pikir lagi mending Zara tidur
sekarang Adit gak mau besok Ara tidur di kelas’
“baiklah Pak Cik bos, Assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Setelah mentutup telponnya dengan Aditia, Zara pun
mengikuti perkataan Aditia dia membaringkan tubuh ke tempat tidur empuknya.
Namun, tak dapat di pungkiri pikiran Zara masih tertuju pada kejadian tadi
siang di rumah Ilham dan Zara menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi.
“ah Ini salah Zara, kalau Zara tak cakap macam tadi Isya
tak lah denga dan mereka berdua tak kan lah jadi macam ni” ucap Zara menyesali
apa yang telah terjadi.
Malam makin larut suasanapun udah sunyi, Zara memenag
sudah mengikuti anjurat Aditia tapi hingga saat ini matanya masih saja tak mau
menutup. Pikirannya terus saja melayang – layang dengan apa yang telah terjadi
tadi siang. Jam weker yang selalu menghiasi meja dekata tempat tidur Zara pun
telah menuju pukul 01 lewat.
“ah aku gak akan bisa tidur kalau terus begini hati
rasanya sangat gelisah,hmm sebaiknya aku shlat tahajud dulu” katanya pada
dirinya sendiri,
Zara bangkit dari temapt tidur, keluar dari kamar dan
pergi ngambil wudhu. Setelah mengambil wudhu Zara pun melakukan niatnya untuk
shlat tahajut, dengan harapan bisa menghapus kegelisahannya. Zara shalat dengan
khusuk, selesai shalat Zara memanjatkan doa, dia berdoa semoga saja dengan apa
yang telah terjadi tidak ada yang tersakiti, semoga saja semuanya akan baik –
baik dan tidak akan ada permusuhan nantinya. Selesai memanjatkan doa Zara
mengambil quran dan membaca surat Arrahman.
~Ooo~
Matahari tersenyum indah
menyapa awak manusia yang sudah siap untuk beraktifitas, sinarnya yang cerah
pun menerobos masuk setiap celah dan membanggunkan semua yang masih tidur. Bunga-bunga yang tadinya masih layu kini
bermekaran indah, suara kicauan burung yang merdu membuat pagi ini sempurna.
Seorang gadis yang kita tahu
memiliki nama Zara Khalisa,terlihat sedang merapikam kerudungnya di depan
cermin. Zara juga memoleskan sedikit lipstick di bibirnya agar penampilannya
terlihat sempurna. Selesai dengan acara dandanannya Zara pun keluar dari
kamarnya dan menuju keruang makan. Diruang makan terlihat semua telah
berkumpul, Zara yang baru tiba pun langsung ngambil tempat di samping Kakaknya
“ah Assalamualaikum Abah Ummi Kakak,
selamat pagi” sapa Zara.
“waalaikum salam” jawab ketiganya
serempak.
“hari ini kamu pulang jam berapa
sayang?’ tanyak Abah yang memandang Zara.
“kalau gak ada perubahan sampek jam
12 aja” jawab Zara.
“gak belajar sama Kakak lettimg mu
itu?” pertanyaan Kakaknya itu membuat Zara terdiam sejenak, dan pikirannya
kembali dialihkan pada kejadian kemaren siang.
“Ara?”
“ah Ara belum tau lagi” jawab dengan
raut wajah yang sedikit berbeda dari yang tadi.
“ada masalah?”
“gak kok Kak”
“hmm bagaimana dengan pemuda yang
itu? yang ingin melamar kamu?” Abah
mulai mengoda Zara, dan tiba – tiba mukanya pun merona.
“Abah, Zara tak tau lah, dia kan
cakap sama Abah mana Ara tau” jawab Zara dengan sifat manjanya.
“apa pulak Ara tak tau, die kan dah
cakap sama Ara kalau dia nak kawen sama Arakan”
“Abah, jangan lah cakap macam tue,
Ara masih lama lagi Akak tue yang hampir dekat kan?”
“Akak pun kenak, pemuda tue cakap
sama Akak dia akan lamar Zara lepas semester ni”
“Ummi tenggok tue Abah sama Akak”
rajuk Zara.
“dah lah tu jangan pada begadoh
habis kan sarapan dulu, tak baek bercakap sambil makan kan” lerai Ummi.
Semuanya pun diam dan mulai
menyantao sarapan pagi yang di selimuti keheninggan, hanya terdengar dencingan
sendok dan piring saet bersetuhan. Setelah menghabiskan sarapannya Zara yang
buru – buru pun langsung pamit pada anggota keluarganya.
Zara pergi kekampus diantar sopir
pribadinya, di perjalanan menuju ke kampus Zara hanya diam dan pikirannya lagi
– lagi tertuju pada malasah yang ia hadapi. Dan lagi Zara gak tau bagaiman dia
bersikap saat bertemu dengan Ilham. Zara yakin Ilham akan marah padanya, kemaren
saja setelah kejadian itu Ilham tidak bicara apa – apa lagi padanya, dan Ilham
juga menyuruh sopirnya yang mengantar Zara.
“uuf” Zara menarik nafas berat, dan
mengalihkan pandangannya untuk melihat sekeliling. Yang sebantar lagi akan tiba
di kampus tercintanya.
Setiba dikampus, Zara langsung
menuju ke ruang kelasnya. Dia duduk di samping keduan temannya, selama proses
belajar mengajar Zara hanya diam dia gak konsentrasi. Keadaan Zara yang seperti
menarik perhatian ketiga temannya. Aditia yang tau akan masalah yang tengah di
hadapi sahabatnya itu menarik nafas berat, lalu kembali focus pada dosen yang
tengah menjelaskan mata kuliah.
Mata kuliah pertama di lalui Zara
dengan wajah murung dan terlihat sedang menghadapi maslah, tidak seperti
biasanya yang selalu ceria dan sangat aktif. Biasanya Zara selalu serius
memperhatikan mata kuliahnya, dan langsung bertanya jika dia tidak paha, dengan
yang di jelaskan oleh dosen tapi hari ini jauh dari itu semua.
“kayaknya dia punya masalah?” bisik
Nurm dan di sambut anggukan oleh Aiza.
Di lain ruang kelas juga terlihat
Ilham yang menatap dosen yang tengah menjelaskan mata kuliah dengan tatapan
kosong. Raga Ilham memang ada di dalam ruang tapi pikaran dan rohnya tengah
menari – nari ke tempat lain. Sama halnya dengan teman – teman Zara teman – teman Ilham pun terlihat
binggung dan khawatir dengan kondisi Ilham yang tidak seperti biasanya.
Dosen cantik yang tengah menjelaskan
mata kuliah pun tidak membuat mereka tertarik, mereka lebih tertarik melihat
keadaan temannya itu.
“Ham kamu kenapa sih, kayak orang
kehilangan roh gitu?” bisik teman Ilham yang biasan di sapa Wisma itu.
Mendengar pertanyaan Wisma, Ilham
hanya melirik sebentar kearah Wisma lalu kembali pada posisi tadi menghadap
kedepan tapi melamun. Ilham terlihat tidak berminat menjawab pertanyaan Wisma,
pikirannya di penuhi dengan peristiwa pertengkarannya dengan kedua gadis itu.
Dan di lain tempat, tapatnya di
sebuah rumah yang sederhana terlihat Isyara yang tenga duduk melamun sambil
memeluk kedua lututnya. Air mata terus membasahi pipinya, pikiranya masih
melayang pada kejadian dimana kata – kata yang di ucap Ilham sungguh menyakiti
hatinya. Mengingat kejadian itu membuat air mata Isyara menetes dengan
sendirinya, hatinya telah hancur berkeping – keping.
“Isya
pernah bilang sama kakak kan kalau suatu saat Isya akan merebut kembali Bang
Ilham dari gadis manapun, mungkin mulai sekarang Isya sudah mulai bertindak Isya jangan menyerah
buat Bang Ilham menjadi milik Isya” perkataan Zara kembali terniang di telinga Zara
“ya Kak Zara benar, aku harus bisa merebut Bang Ilham
lagi. Sebelum janur kuning melekung aku harus membuat hati Bang Ilham berubah”
tekat Isyara sambil meyekak air matanya.
~Ooo~
Di sebuah musholla kampus terlihat Zara yang tengah
merapikan mukenahnya di sampimg juga ada keduan sehabatnya. Mereka masih
memperhatikan wajah Zara yang terlihat masih murung.
“Ara, Are you Ok?” tanyak Nur.
“aku baik – baik aja kok, emang aku kenapa?”
“kamu terlihat lagi ada masalah”
“hmm memang, masalah dengan Bang Ilham. Aku membaut
kesalahan besar dan membuat hati gadis lain tersakiti” kata Zara.
“maksud kamu?”
“ahhmm gini ceritanya”
Zara pun kembali bercerita pada kedua temannya sedetil mungkin bahkan saat
bercerita Zara tak henti – hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Tak jauh dari
mereka terlihat Ilham dan Aditia yang memperhatikan para gadis itu.
“Abang lihat dan dengar sendirikan kalau Ara menyalahkan
dirinya sendiri dengan apa yang tengah menimpa kalian sekarang” kata Aditia.
“kalau Abang gak berbicara dengan Zara sekarang Zara akan
terus meyalahkan dirinya sendiri, Abang harus bisa buat Ara tidak merasakan
bersalah” sambung Aditia dan pergi meninggalkan Ilham yang masih diam.
Dalam diamnya Ilham tengah berpikir hal apa yang
harus ia lakukan untuk membuat Zara
tidak merasa bersalah. Pelan tapi pasti langkah kaki Ilham mulai mendekati Zara
dan teman – teman yang masih asyik bercerita.
“Za!” seru Ilham, sontak Zara memutar kepalanya menghadap
Ilham yang tengah menatapnya.
“Bang Ilham”
“kamu masih punya kegiatan?”
“hmm tidak”
“baguslah ayo kita pergi untuk belajar”
“Abang gak marah sama Za kerena masalah kemaren”
“lupakan !” perintah Ilham.
“udahlah Ara kamu ikut aja Bang Ilham”
“hmm assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Ilham dan Zara meninggalkan musholla mereka melangkah
dalam diam, Zara terus mengikuti Ilham dari belakang. Hingga mereka tiba di
parkiran mobi, Zara menatap Ilham binggung, tatapan yang sama saat mereka
pertama kali Ilham mengajak Zara ikut denganya.
“kita belajar di luar hari ini” katanya
“kenapa gak di perpus”
“bosan” jawab Ilham singkat dan membuka pintu mobilnya,
Zara pun membuka pintu mobil Ilham.
“kenapa di belakang? Kita hanya berdua” tanyak Ilham
binggung.
“ah gak apa – apa, lagian kan seharusnya kita gak boleh
berdua – duan di mobil begini” bela Zara.
“terserah deh” kata Ilham pasrah.
Ilham menancam gas mobilnya, dia menuju kesuatua tempat
yang tidak diketahui Zara dimana gerangan tempat itu berada. Jalan yang di
pilih Ilham mulai jauh dari perkotaan Zara terlihat mulai panic.
“kita mau kemana?” tanyak Zara.
“kesuatu tempat” jawab Ilham santai.
Setelah menempuh 3 jam perjalanan mobil yang di kendarai
Ilham pun mulai melambat, lalu berhenti di jalan yang kanan kirinya ada sawah.
“untuk apa kesini?” tanyak Zara binggung.
“mengunjungi seseorang” kata Ilham dan turun dari mobil
lalu di susul Zara.
Ilham sebagai penunjuk jalan pun berjalan di depan,
mereka kembali diam Zara sibuk dengan pikirannya dan Ilham sibuk dengan kamera
yang ia bawa tadi. Langkah kaki Ilham berhenti di sebuah rumah sederhana yang
terlihat indah, di sisi kiri kanan rumah itu di bentanggi indahnya persawahan
dengan pokok padi yang menghijau. Di depan rumah sederhana pun ada sebuah taman
bunga yang indah.
“ini rumah siapa?” tanyak Zara sambil mengamati rumah
sederhana itu.
“lihat saja nanti” kata Ilham masih misterius.
Tok…Tok…Tok
“Assalamu mualaikum”
“waalaikum salam” sahut yang di dalam rumah.
Krek
Pintu rumah itu terbuka dan keluar lah wanita yang
mungkin kira – kira umurnya lebih muda dari Ummi Zara. Dia tersenyum ramah
menyambut kedatangan Ilham dan Zara.
“kami teman putri anda” kata Ilham.
Wanita itu pun mempersilahkan mereka untuk masuk, Zara
yang masih binggung ini rumah siapa pun ikut saja apa yang di katakan Ilham dan
wanita itu. setelah menunggu sebentar sosok yang di maksud Ilham pun keluar,
mata Zara membulat saat melihat gadis yang keluar dari kamarnya itu.
“Isyara!” seru Zara kaget.
“kalian kenapa bisa kesini?” tanyak Isayara penasaran.
“Abang ingin menyelesaikan masalah yang tenggah terjadi
di antara kita, kemaren sore Abang telah ke kost Isya tapi Buk Kos bilang Isya
balik kampong” jelas Ilham.
“dan kenapa Abang aja Kak Za, agar dia menyaksikannya
sendiri apa yang tengah kita bicarakan da dia tidak menyalahkan dirinya
sendiri” sambung Ilham.
“ini semua bukan kesalahan kalian, Isya hanya butuh waktu
untuk merenungi semuanya” kata Isya.
“Isya. Semalam Mamah Abang telah menyarankan sama Abang
untuk meyelesai kan masalah kita agar tidak ada lagi yang tersakit terutama
kamu”
“maksud Abang apa?”
“Abang telah memutuskan siapa yang Abang pilih” kata Ilham mantap.
“eh, Abang jangan lah bicarakan hal itu sekarang” protes
Zara yang tadi hanya diam saja.
“gak Kak Za. Apa pun keputusan Bang Ilham Isya harus
lagi, ini urusan hati Isya gak bisa mutusin sendiri, walaupun Isya ingin
bersama Bang Ilham tapi Isya juga harus mendengar kan kepututusan Bang Ilham,
Isya gak boleh egois” jelas Isya panjang kali lebar.
“tapi Isya”
“Isya gak apa – apa kok Kak, bukan kah dengan mendengar
keputusan Bang Ilham kita akan tau semuanya” kata Isya tegar.
“hmm terserah kalian lah”
“lanjut Bang Ilham!” perintah Isya sambil tersenyum
manis.
“uff, seperti kata Isya kalau urusan hati gak bisa
putusin sendiri, Abang telah berusaha untuk tidak merubah haluan tapi hati
Abang gak bisa. Dulu Abang bahagia berada di samping Isya sekarang pun juga
begitu, Abang juga merasa nyaman, dan dulu jantung Abang juga berdetak abnorman
di samping Isya, tapi itu dulu. Sekarang Abang merasakannya pada gadis lain, gadis
yang pertamanya agak Abang benci, gadis yang merubah jalan pikir Abang, gadis
yang membuat hidup Abang berubah, Abang minta maaf Abang lebih memilih gadis
itu dari pada Isya” jelas Ilham panjang, dan Isya tak mampu menahan air matanya
saat Ilham mengatakan siapa yang dipilihnya.
“Isya!” seru Zara kasian melihat kondisi Isyara.
“Isya gak apa – apa, Isya senang akhinya Abang memilih.
Abang sudah bilang sama gadis itu?”
“hmm belum”
“cepat Abang bilang, sebelum dia di rebut orang lain. Dan
kalau nanti Abang dan gadis itu gak bisa bersama Isya akan tetap menunggu Abang
hiks… hiks” kata Isya dihiasi isak tanggis. Ilham bangkit dari duduknya dan
membelai rambut Isya lembut.
“maafkan Abang”
“Abang gak salah, dalam masalah hati gak bisa kita
salahkan siapa pun” kata Isya dengan suara parau. Zara yang menyaksikan
kejadian itu pun tak bisa membendung air matanya.
“Zara gak bisa mengertilah urusan cinta, mengiklaskan dan
melupakan sesuka hati bukan kah kita harus menjaga hati yang telah kita pilih
sebelumnya” kata Zara.
“bukankah dalam cinta ada pengorbanan, berkorban demi
orang yang kita cintai gak salah kan. ini urusan hati walaupun kita tidak ingin
menyakiti kita tetap harus memilih jika lebih lama akan lebih tersakiti” kata
Isya sambil terseyum, Zara merentangkan tangganya Isya pun mengahambur
kepelukan Zara.
“aku gak mengerti
kenapa cinta serumit ini, Isya orang yang hebat bisa menerima keputusan Bang
Ilham. Namun, kenapa hati ini juga rasanya sakit saat melihat Bang Ilham
memasang wajah itu” kata batin Zara.
“perasaan yang
wajar bukan aku ikut merasakan sakit saat melihat Isya sedih bagaimana pun ia
sempat mengisi hati ku. Maaf kan Abang karena selalu menyakiti hati Isya” kata
batin Ilham sambil sedikit tersenyum melihat apa yang terjadi di depannya.
“rasanya sakit
mengikhlas kan orang yang kita cintai. Kak Zara maafkan Isya mungkin Isya akan
mengingkari janji Isya untuk merebut Bang Ilham dari gadis itu kerena Bang
Ilham telah memilih Isya gak mau nanti Bang Ilham akan membenci Isya. Sekarang
semuanya tergantung kehendak yang Kuasa apa yang akan terjadi kedapannya. Dan
tergantung apa jawaban Kak Zara, Isya yakin gadis itu adalah Zara Khalisa”
kata batin Isya dan melepaskan pelukannya.
“khem Kakak dan Abang, kalian mau membawa Isya kembali ke
kota?”
“tentu” jawab mereka serentak.
“Alhamdulilah, Isya dapat tumpangan gratis”
“mulai besok Isya harus masuk kuliah lagi”
“siap bos”
“hhmm tapi kita shalat Asar di rumah Isya dulu ya” ucap
Zara.
“iya Ummi Zara Khalisa” kata keduantya serempak.
~Ooo~
Berangkat jam lima sore dari kampong Isya dan sampek
sekitaran jam 8 lewat di kediaman Zara membaut ke tiga makhluk itu takut. Dari
tadi Ummi dan Abah Zara terus menghubunginya dan mengkhwatirkan anak gadisnya.
“jadi Isya akan mengginap di rumah Za mala mini, ya udah
Abang pamit dulu. Assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Ilham kembali menancap gas mobilnya, begitu mobil yang di
kendarai Ilham menjauh dari rumah Zara. Abah, Ummi dan Kak Ayu keluar dari
rumah dan menyambut kedatangan mereka dengan khawatir.
“alhamdulilah akhirnya kalian tiba dengan selamat” kata
Ummi khawati.
“maaf sudah buat kalian khawatir” ucap Zara menyesal.
“ini gara – gara Isya, Kak Za harus jemput Isya
kekampung”
“gak apa – apa. Yang penting kalian telah sampek kerumah
dengan selamat. Ayo masuk” ajak Abang ramah.
~Ooo~
Isyara dan Zara pergi kekampus bersama, mereka di antar
oleh supir pribadi Zara. Sepenjang perjalanan mereka bercerita banyak hal.
Jam 14:45 wib Zara dan Ilham duduk di taman kampus tangah
belajar bersama, Zara memberi 10 soal yang harus di jawab Ilham.
“kalau pertanyaan ku betul semua aku ingin bicara sama
kamu sebentar. Serius” ucap Ilham setelah membaca soal – soal yang di kasih
Isyara.
“ok”
Ilham mengerjakan soal itu dengan serius, dan Zara pun
serius memperhatikan Ilham entah apa yang ada di pikirannya. Dan setelah itu
Zara berucap, Ilham terlihat binggung melihat kalakuan Zara yang aneh itu,
Ilham juga tau kalau Zara mempehatikannya. Setelah 12 menit berlalu Ilham pun
telah menyelesaikan soal –soal itu, kini giliran Zara yang memerikasa jawaban
Ilham.
“gimana?”
“bagus” serus Zara sambil membentangkan jawaban Ilham.
“Alhamdulilah, jadi sekarang Abang bisa bicara hal
penting sama Za kan?” tanyak Ilham Zara menganggukan kepalanya.
“Abang telah memilih gadis itu dari pada Isya, gadis yang
membuat Abang menjadi seperti sekarang ini. Dan gadis itu adalah Zara Khalisa
gadis yang istimewa”
“apa maksud Abang?”
“Abang cinta Zara Khalisa”
“enggak Abang gak cinta Zara, Abang mencintai Isyara
Elmas” sangkal Zara.
“dulu tapi sekarang Abang cinta Za, sangat cinta jantung
Abang selalu berdetak cepat saat bersama dengan Zara”
“uff Abang bilang jantung berdetak saat jatuh cinta, ya
Zara juga merasakan hal itu saat bersama Abang, Zara gak suka saat pertama kali
melihat Isya memanggil Abang” jujur Zara.
“semoga kalian bahagia” kata Isya yang melihat adegan itu
lalu pergi meninggalkan taman.
“Za jatuh cinta sama Abangkan?”
“entah Za gak tau tapi Zara gak bisa milih Abang, Zara
akan memilih hati yang pertama kali Zara pilih” kata Zara dan tanpa di duga
Ilham menetes kan air matanya.
“siapa dia, Abang gak pernah melihat Za dengan pemuda
lain”
“Aditia, Aditia Azka. Dialah pemuda yang telah merebut
hati Za jauh sebelum Abang. Walaupun mungkin Za mencitai Abang Za tetap memilih
Aditia” kata Zara yakin.
“gak adakah kesempatan untuk Abang?” tanyak Ilham kecewa.
“maaf gak ada, hati Zara untuk Adit. Zara sama Abang
hanya bisa berteman saja itu kenyataannya” ucap Zara dengan air mata di
pipinya.
“dia akan melamar Zara dan setelah semester ini kami akan
menikah” sambung Zara dan meninggalkan Ilham yang terpaku dalam diamnya.
‘secapat itu’
kata batin Ilham.
~Ooo~
Keesokan
harinya, Zara, Ilham, dan Isyara mengikuti ujian final dengan murung. Ketiganya
sibuk dalam pikiran masing – masing. Mereka bertiga masih mikirkan hal yang
sudah menimpa mereka.
“kamu kenapa sih Ara, nampak nya gak senang belum
berbaikan sama Bang Ilham” goda Nur.
“jangan marah lama – lama” kata Aditia.
“Aditia kapan akan ngelamar Zara?” sontak pertanyaan Zara
membuat Aditia mereona.
“khem setelah final” jawab Aditia yakin dengan senyum
menghiasi wajahnya
“hmm gitue, Ara ke toilet bentar ya” pamit Zara dan pergi
menuju toilet.
Dijalan menuju toilet Zara yang masih memikirkan hal yang
ia bicarakan sama Ilham pun tak sengaja menabrak Isyara, yang juga tengah
memikirkan hal yang sama.
Bruk
“astaufirullah maaf sa__ Isya kamu gak apa kan?” tanyak
Isyara.
“eh Kak Zara, iya Kak Isya gak apa – apa”
“hmm gimana ujian lancar”
“alhamdulilah lancar Kak” jawab Isyara.
“oh Isya sepertinya Bang I__”
“Kak, Isya harap Kakak jangan bicara soal Bang Ilham dulu
Isya harus bisa menghapus rasa ini dari hati Isya dan lagi Isya mau focus sama
ujian Isya”
“Isya Bang Ilham butuh Isya sekarang”
“maaf Isya harus pergi”
“yang Bang Ilham
butuh Kakak kerena Kakak kekasihnya bukan Isya” uacap batin Isyara.
~Ooo~
3 bulan kemudian, Zara sedang duduk bersama Ilham, Nur
dan Aiza mereka tengah mengobrol di taman belakang rumah Zara. Mereka
membicarakan Isya yang menghilang tanpa jejak, Ilham dan yang lainnya sudah
berusaha mencari Isya tapi mereka belum juga menemukan Isya.
“kenapa Isya belum kembali juga ya? Padahal Zara sudah
menjelaskan semuanya pada Isya”
“dia butuh waktu untuk menerima semuanya” kata Nur.
“dan lagi Adit juga menghilang mendadak” omel Zara kesal.
“Adit akan kembali tenang aja,dia hanya lagi ada urusan”
kata Ilham.
“Adek – Adek bukankah kalian nak cari cincin tunang?”
tanyak Kak Ayu yang numapang lewat taman belakang.
“ya Allah Abang lupa, ayo Za kita berangkat makasih Kak
telah ingatin”
‘yalah”
“hmm kalian berdua mau ikut?” tanyak Za menatap teman –
temannya.
“gak tenaga kami masih banyak di butuhkan disini” jawab
Aiza.
Ilham dan Zara pun pergi ke mol untuk membeli cincin,
mereka melihat beberapa pasang cincin tunangan yang menarik perhatian mereka.
Keduanya punya selera yang sama, setelah mencoba beberap pasang cincin akhirnya
pilihan jatuh pada cincin emas putih yang pinggirnya di hiasi berlian cincin
itu terlihat sempurna saat di gunakan Zara.
“Abang yakin ini cocok?” tanyak Zara gak yakin.
“cocoklah, coba Abang gunakan ya” Ilham memasang cincin
itu di tangan nya
“bukankah itu Bang Ilham dan Kak Zara?” seorang gadis
bertanya pada dirinya sendiri saat melihat Zara dan Ilham mencoba cincin tunangan.
“gimana ok kan?” tanyak Ilham sambil tersenyu manis.
“Kak Za Bang Ilham!” seru seorang gadis, Ilham dan Zara
spontan membulatkan matanya kerena rasa keterkejutannya.
“Isya” ucap keduanya bersamaan.
“Isya kecewa sama Kak Zara, Kakak bilang Isya harus
kembali dan membuat Bang Ilham bahagia, tapi nyatanya Bang Ilha cukup bahagia
bersama Kakak” kata Isya berusaha setenang mungkin.
“Isya kamu salah paham Kakak dan Bang gak memiliki
hubungan yang kamu pikirkan” kata Zara coba menjelaskan apa yang tengah
terjadi.
“ini udah jelaskan 2 orang yang berlainan jenis membeli
cincin tunangan, apa lagi yang akan mereka lakukan” kata Isya.
“kamu salah, enggak semua yang kamu liat adalah kenyataan
nya” kata Ilham.
“hay sorry ya aku telat” ucap Aditia yang baru datang.
“Isya, kenalkan ini Aditia Azka calon tunangan sekaligus
calon suami dari Zara Khalisa “ ungkap Ilham saat Aditia yang baru datang
ngambil posisi di samping Zara.
“calon suami?” ulangnya agak terkejut.
“iya. Abang dan Za telah mutusin hubungan kami hanya
sebatas teman gak lebih, dan hari ini saat ini Aditia menyuruh Abang untuk
mengatar Zara membeli cincin pertunangan mereka karena Aditia ada urusan” jelas
Ilham, seketika raut wajah Isyara merona karena malu telah salah paham.
“Maaf” gumamnya pelan.
“makanya lain kali jangan mudah untuk ngambil kesimpulan”
ucap Zara dengan nada menyindir tapi bibirnya melukis sebuah senyum yang manis.
“hehehe iya Kak” ucapnya dengn nyengir kuda.
“inikan juga bukan salah Isya , yang Isya tau kan Bang
Ilham suka Kak Za” sambung Isyara.
“yah tapi bertepuk sebelah tangan” kata Ilham, Aditia
yang mendengar itu pun merasa sakit dalam hatinya.
“enggak Abang gak
bertepuk sebelah tangan Ara juga menyukai Abang aku bisa liat dari cara dia mentap Abang”
kata batin Aditia lirih.
“oh ya kalau gitue Isya masih punya kesempatan dong buat
jadi lebih dari teman Bang
Ilham?” tanyak Isya
gembira, mendengar itu seketika raut wajah Zara berubah.
“hmm tapi gak sekarang” kata Ilham.
“oh Dit ini cincin yang menurut Abang cocok ok gak?’
sambung Ilham.
“ok juga, Ara suka”
“suka”
“ya udah Adit bayar dulu”
Setelah membayar cincin yang cocok itu mereka pun mutusin
untuk langsung pulang, Ilham mengantar Isya dan Zara bersama Aditia. Selama
menuju pulang Aditia tak henti – hetintya memperhatikan Zara yang hanya diam.
“kamu kenapa liat aku gitue?” tanyak Zara yang merasa di
perhatikan.
“Ara cinta Bang Ilham?”
“eh? Kamu kok nanyaknya gitu”
“Adit ikhlas kalau Zara mencintai Bang Ilham dan sebelum
kita menikah kita bisa membantalkan semua” kata Aditia lirih.
“Ara gak tau ini perasaan cinta atau pun bukan, tapi
walaupun itu cinta kami gak mungkin menyatu akan banyak yang tersakiti” jujur
Zara.
“Adit ikhlas asal Ara bahagia”
“gak, Ara yakin hanya Adit yang bisa membuat Ara bahagia,
Ara akan berusaha mencintai Adit sepenuhnya, dan lagi Ara tetap milih hati yang
pertama kali Ara pilih. Jika Adit ikhlas bagiamana dengan Isya orang tua Zara
orang tua Adit dan teman – teman juga Ara. Ara gak akan bahagia” jelas Zara.
“maafkan Adit” ucap Aditia menyesal telah menanyakan hal
itu dan meragukan Zara.
“tidak apa – apa asal Adit mengerti kalau Ara hanya mau
Adit yang akan menjadi Imam dan Ayah dari anak – anak Ara” kata Zara dan
keduanya pun tersenyum bahagia.
~Ooo~
Hari yang di tunggu tiba, Zara Nampak cantik dengan baju
pengatin warna putihnya dan Adit pun telihat gagah. Aditia Azka telah siap
untuk mengucap ijab kabulnya walau masih terlihat gugup. Ilham dan Isyara yang
tadinya duduk tidak jauh dari acara kita terlihat banggun dan menuju kamar
penggantin
Didepan pintu kamar pengantin keduanya berdiri sambil
melepar senyum jahill, lalu Ilham mengetuk pelan pintu kamar itu. Saat memasuki
kamar Ilham terpaku melihat kecantikan Zara yang jarang di poles dan hari ini
terlihat bak boneka barbi. Isya yang berdiri di samping Ilham melihat raut yang
berubah dari Ilham tapi dia tidak mempermasalahkannya, toh Ilhama masih
mencintai Zara tapi ia yakin lambat laun Ilham akan melupakan Zara.
“khem wow Kak Zar Kakak sangat cantik” goda Isya.
“eh Isya bang Ilham, apa ijab kabulnya udah selesai Adit
bisa jawa?” tanyak Zara cemas.
“kamu mau lihat gimana ekspresi Adit”
“hm tak nak, Za tunggu aja di sini” tolak Zara.
“dia sangat gugup” bisik Isyara.
“benarkah?’
“hmm”
“kalau ada Za mungkin dia gak akan gugup lagi” ucap Ilham
sambil mengedipkan matanya pada Zara.
“pengantin wanitanya cantik ginie” tambahnya dan membuat
Zara merona.
“khem Isya cantik pekek jelbab” kata Zara mengalihkan
arah pembicaraan Ilham.
“pandailah tue mengalihkan pembicaraan” sindir Ilham.
“Isya terlihat makin manis kan Bang?”
“hmm, makasi ya Kak udah di puji Isya harap bang Ilham
juga akan tertarik” kata Isya melirik Ilham.
“jangan gara – gara Abang kamu tutup aurat kamu” ucap
Ilham kesal.
“eh enggak lah bang Isya tulus kok dari hati Isya” bantah
Isya cepat.
“ya walaupun ada dikit, hihihi” tuturnya yang langsung
mendapat tatapan horror dari Zara dan Ilham.
“dasar Isya” cibir Ilham sambil menarik hidung Isyara.
“kenapa rasanya aku gak rela melihat
mereka begitu?” jujur batin Zara.
Setelah menggoda Zara kedua anak manusia itu pun membawa
Zara keluar dan membawanya ke pada Aditia. Aditia yang telah mulai lega karena
berhasil mengucap ijab Kabul pun tertegun melihat Zara yang melangkah kearahnya
dengan anggun.
“jangan sampek ileran” bisik Nur yang berada di samping
Aditia.
“nih pengantin wanitanya, kamu harus jaga dia baik – baik
dan jangan pernah buat dia kecewa apa lagi menangis” ancam Ilham yang ikut
mendapingi Ummi Zara saat menyerahkan Zara pada Aditia. Aditia hanya tersenyum
merespon ancman Ilham.
Setelah acara inti selesai sekarang acara yang paling
menyenangkan pun di mulai yaitu acar ambil foto bersama. Aditia dan Zara
berdiri di tengah, Ilham dan Aiza berdiri di samping Zara dan Isyara bersama
Nur berdiri di samping Aditia.
“ini udah pas ya?” teriak fotografernya.
“mulai sekarang kalau Adit minta Zara panggil Adit Abang
boleh?” tanyak Aditia.
“tentu Abang Aditia Azka, sayang pun boleh”
“kalau malam pertama boleh”
“eh?”
Jepret
#Kisah
Kami #
“siapa yang bernama Zara Khalisa disini
?” tanyak pemuda yang berpenampilan keran itu. sorot matanya yang tajam menyapu
keseluruh ruangan belajar itu.
“saya” jawab si pemilik nama lembut dan mengacukan
tanggannya dan berhasil membuat si pemuda keren terpaku sejenak
“oh kamu. Ayo ikut aku” ajaknya, gadis yang bernama Zara
Khalisa itu menatap heran pemuda yang berdiri di ambang pintu.
“di panggil Dosen agama, Buk Dwi ayo!” sambungnya lagi
mengerti dengan tatapan binggung Zara.
Setelah mengerti Zara langsung melangkah mengikuti pemuda
yang memiliki gaya rambut anak emo itu. Mereka berjalan dalam diam, Zara
berjalan di belakang pemuda itu sesekali memandang punggungnya. Langkah pemuda
itu terhenti di depan perpus, spontan Zara pun menghentikan langkahnya dan
kembali menatap pemuda itu.
“ayo! Buk Dwi di dalam” ajaknya lagi sambil mendorong
pintu perpus, Zara hanya diam dan mengikuti pemuda itu.
Di dalam perpus suasana sangat tenang dan sunyi, semua
Mahasiswa/i sibuk dengan bacaan mereka. Zara dan pemuda rambut emo itu
memperhatikan seluruh ruang perpus hingga mata mereka menangkap sosok yang
mereka cari, tanpa memanggil keduanya melangkah pada sosok wanita yang sedang
membaca buku agama itu.
“saya telah membawanya” kata pemuda itu.
“assalamu mualaikum”
“waalaikum salam Zara ayo duduk disini nak!” printahnya.
“baik Buk, oh ya ada perlu apa Ibuk memanggil saya
kesini?’ tanyak Zara setelah mendaratkan pantatnya ke kursi di samping Buk Dwi.
“hmm akan Ibuk jelaskan” katanya dan meletakkan buku yang
sedang di baca tadi.
“Arsyad kamu juga ikut duduk nak!” sambungnya lagi, dan
tanpa mengatakan apa – apa Arsyad duduk di samping Zara.
Setelah semuanya duduk Buk Dwi masih diam dan
memperhatikan mereka berdua, Arsyad pemuda rambut emo itu nampak mulai kesal,
dan Zara masih mempertahankan kesabarannya.
“baiklah, sekarang akan Ibuk jelaskan maksud saya”
katanya membuka pembicaraan.
Buk Dwipun menjelaskan apa maksud dia memanggil Zara
untuk menghadapnya, Arsayd yang ikut mendengar penjelasan itu tak henti –
hentik menarik nafas kesal. Sedangkan Zara Cuma manggut – manggut mengerti akan
maksud Buk Dwi, dia nampak tenang mendengarkan penjelasan itu.
“jadi saya harus membantuk Bang Arsyad dalam mata kuliah
agama?” tanyak Zara setelah Buk Dwi selesai menjelaskan, Buk Dwi hanya
menganggukan kepalanya menanggapi perkataan Zara.
“saya gak mau dia membantu saya, saya bisa menyelesaikan
mata kuliah ini sendiri” tolak Arsyad.
“tidak bisa ini sudah keputusan mutlak dan Mamah kamu
juga setuju dengan usulan ini, saya yakin Zara akan bisa membantu kamu, kamu
tidak mau kan menjadi mahasiswa abadi disin?” jelas Buk Dwi berusaha setenang
mungkin menghadapi Arsyad.
“kalian berlebihan, saya baru semester 6” kata Arsyad,
Zara hanya menjadi pendengar yang baik.
“apa yang Bunda lakukan demi kamu, Bunda gak bisa selalu
mendapinggi kamu, Mamah kamu menitipkan kamu sama Bunda, mengertilah” kata
Dosen agama dengan wajah pasrah andalannya yang tidak pernah bisa membuat
Arsyad menolak permintaannya.
“khem baik terserah keputusan Bunda saja” jawab Arsyad
pasrah dan meninggalkan perpus, Zara dan Buk Dwi menatap kepergian Arsyad.
“maafkan keponakan saya” kata Buk Dwi setelah Arsyad
benar – benar pergi.
“eh gak apa – apa Buk” kata Zara.
‘aku baru tau kalau
Bang Arsyad keponakan Bu Dwi’ kata batin Zara.
“selain kamu harus mengajarkan dia tentang mata kuliah
agama, saya harap kamu juga bisa mengubah peranggai dia itu”
“akan saya coba” kata Zara sambil memperlihatkan senyum
manisnya.
Zara pergi meninggalkan perpustakaan, dia melihat Arsyad
yang tengah berbincang – bincang dengan teman – teman tidak jauh dari
keberadaannya sekarang. Zara ingin menegur Arsyad namun ia urungkan niatnya,
dia harus memberi waktu buat Arsyad merima keputusan Buk Dwi. Itu hanya niat
Zara tidak ingin menegur Zara, tapi tidak dengan Arsyad dia malah sebaiknya.
“eh
gadis sok polos” langkah kaki Zara terhenti mendengar suara itu.
“Abang
panggil saya?” tanyak Zara lembut.
“kamu
Cuma pengen nilai dan pujian kan? kamu gak akan mendapatkan itu” kata Arsyad.
“maksud
Abang apa??” tanyak Zara binggung.
“udalah
gak usah pasang wajah itu, aku muak lihatnya” kata Arsyad ketus.
“terserah
apa kata Abang, setiap orang mempunyai penilain masing - masing Zara pamit
Assalamulaikum” kata Zara dan meninggalkan Arsyad yang masih terpaku.
“gadis
ini berbeda” gumamnya
Zarapun melangkah kan kikinya ke kantin
kampus, kerena dia yakin ke 3 temannya sekarang sudah berada di sana. Mungkin
dengan bertemu teman – teman yang selalu ada untuknya akan membuat perasaannya
lega.
Sesampai di kantin Zara kembali mengarahkan matanya untuk
mencari keberadaan tema – temannya. Tak butuh waktu lama Zara menemukan mereka
yang tengah duduk sambil menyantap makan mereka. Zara melakangkah kesana,
manyapa teman – temannya dan duduk lalu memesan makan miliknya.
“Aditia dimana?” tanya Zara setelah sadar kalau mereka
kurang satu anggota, seleng beberapa detik Aditia muncul sambil nyengir kuda
dan ia ikut bergabung dengan teman – temannya.
Nur Fitria teman Zara yang selalu mempunyai rasa ingin
tau berlebihan pun membuka pertanyaan tentang perihal Arsyad yang mencarinya
tadi. Zara tersenyum menanggapi pertanyaan Nur, kerena senyum manis Zara,
Aditia Azka dan Aiza Fatimah pun ikut penasaran. Ke tiga teman Zara menunggu
Zara membuka mulutnya untuk bercerita, Zara kembali memperlihatkan senyum
manisnya melihat sikap teman – temannya.
“ceritalah kami tidak ingin melihat senyum mu terus
menerus!” printah Aditia di tambah anggukan setuja dari Nur dan Aiza.
Zara kembali tersenyum tapi kali ini ia menceritakan tentang
apa yang sudah terjadi, ke tiga temannya menganggukan kepala mengerti. Wajah
mereka juga terlihat lucu saat tau kalau Arsyad adalah keponokan Buk Dwi.
“jadi kamu siap dengan tugas ini ?” tanyak Aiza khawatir.
“siap gak siap bukankah aku harus siap, Buk Dwi sendiri
yang memintanya padaku” kata Zara pasrah.
“kamu taukan perangai Bang Arsyad itu gimana?” tanyak Nur
dan lagi – lagi Zara menganggukan kepalanya.
“ok kalau kamu serius dan yakin aku akan beri daftar
dimana Bang Arsyad biasanya berada” kata Aditia.
“buat apa?” tanyak Zara binggung.
“kamu gak akan semudah itu menghadapi Bang Arsyad jadi
kamu harus mengikuti kemanapun ia berada” jelas Aditia.
“eh yang benar aja kamu aku gak mau” tolok Zara.
“ya terserah kamu, kan aku hanya beri usul. Kamu harus
tau kalau Bang Arsyad itu suka duduk dimana main apa” kata Aditia.
“setau aku Bang Arsyad suka berada di lapangan basket”
samber Nur.
“yayaya. nanti kalau aku gak tau keberadannya akan aku
hubungi kalian deh” kata Zara.
“itu lebih baik” jawab Aditia tersenyum manis.
~Ooo~
Malam telah menyapa Matahari yang menyinari seluruh jagat
raya telah kembali pada tempatnya, dan kini di gantikan oleh sang rembulan yang
indah. Zara yang baru saja selesai shalat insya menatap langit – langit
kamarnya dengan lesu. Percakapannya dengan Buk Dwi terus menari – nari dalam
otaknya, juga percakapannya dengan teman – temannya.
“Ya Allah mudah – mudahan hambamu bisa melakukan yang
terbaik” kata Zara dan kini membantingkah tubuh kekasur empuknya.
Dret…Dret…Dret…
Telpon genggam
Zara bergetar, Zara mengambil ponsel yang ia letakan di sebelahnya. Zara
melihat nomor yang tertera di layar Ponselnya, Zara tidak mengenali Nomor itu.
sempat ragu untuk menganggkat tapi mungkin saja ada yang penting pikirnya.
“asslam mualaikum” ucap Zara lembut.
“waalaikum salam,
lama banget sih akan telponnya apa yang kamu lakukan hmm?” tanyak suara itu
kesal.
“saya baru selesai shalat, ini siapa?” tanyak Zara dengan
suara lembutnya.
“Ilham” kata si
penelepon.
“Ilham?” ulang Zara.
“Ilham Arsyad, aku
lebih suka di panggil Ilham” katanya.
“oh maafkan saya, saya tidak tau” jawab Zara berusaha
sesopan mungkin.
“hn, gak usah
sesopan itu sama aku” protes Ilham Arsyad
“simpan nomor ku,
mungkin lain kali aku akan membutuhkanmu” samabungnya lagi.
“berarti Bang Ar__maksudnya Bang Ilham telah bisa terima
kan tentang keputusan Buk Dwi? Kalau begitu kapan kita mulai belajaranya?’
dan__”
“eh kalau mau
nanyak satu –satu jangan nyamber aja kayak petir” protes Ilham cepat.
“oh maaf Zara terlalu senang” ucap Zara malu.
“yayaya, oh jangan
kamu pikir dengan menghubungimu seperti ini aku akan menerimamu semudah itu” kata
Ilham ketus.
“ya Zara paham, tapi ini awal yang baik kan?”
Obrolan mereka pun cukup lama, padahal niatnya sih mau
suruh Zara menyimpan nomornya, tapi entah setan apa yang merasuki Arsyad__ralat
Ilham hingga ia ngobrol banyak malam ini dengan Zara.
“Za kamu sudah
mengantuk?” tanyak Ilham.
“iya Bang, kayaknya mata Zara udah berat ni” kata Zara
jujur.
“baiklah kita
lanjut lain kali saja. Selamat malam dan ingat kerena obrolan kita ini bukan
berarti aku akan menerima kamu”
“iya selamat malam assalamu mualaikum”
“waalaikum salam”
“ dia tidak seburuk yang aku pikirkan, tapi terlalu keras
kepala” ucap Zara.
~Ooo~
Setiba di kampus Zara melakukan aktifitasnya seperti
biasa, datang duduk mendengarkan, bertanya kalau ada yan gak paham, yah seperti
halnya seorang Mahasiswa. Namun, hari ini ada sedikit jadwal tambahan buat Zara
kalau biasanya ia langsung dapat ngumpul dengan teman – temannya setelah tidak
ada mata kulia tapi hari ini ia harus mencari sang Abang letting.
Setelah pemit pada teman – temannya Zara pun, menyulusuri
kampus mencari keberadaan Ilham. Udah lumayan lama mencari Zara tidak kunjung
juga menemukan Ilham, tapi dia ingat akan perkataan Nur kalau Ilham suka berada
di lapangan basket. Zara pun kini menuju lapangan basket. Sesuai dugaan Ilham
sedang berada di lapangan basket bersama
teman –temannya, Zara berdiri di lapangan basket dan memanggil – manggil
Ilham, jangankan jawab menoleh pun tidak ia terlalu seru bermain basket mungkin
atau tidak suka dengan kehadiran Zara..
Zara menarik nafas kesal, tenyata kesabarannya benar –
benar di uji jika berhadapan dengan Ilham Arsyad. Lagi menenangkan dirinya yang
tengah di ambang kesabaran, sebuah bola basket malah melayang dan.
Bug
Bola itu mendarat manis di kepala Zara, rasanya kepala
Zara sekarang nyun – nyunta dan ada segerombolan burung tengah menari di
kepalnya.
Bruk
Ilham dan teman – temannya pun berlari kearah Zara
yang tergeletak manis di pinggir lapangan.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun Ilham menguncang – guncang tubuh Zara dengan
kakinya, tapi tak ada respon dari Zara.
“yaelah sopan dikit kek, bukannya kamu kenal nie cewek?”
“ya. Zara Khalisa, gadis yang menggacaukan hidup ku” kata
Ilham sambil menggendong Zara dalam gendonongannya.
“calon istri?” tanyak mereka kompak namun Ilham hanya
diam.
Ilham pergi meninggalkna teman – temannya yang masih
menalar dengan pikiran bodoh mereka. Ilham membawa Zara ke ruangan kosong yang
tidak di gunakan untuk proses balajar dan mengajar saat ini, dia meletak kan
Zara di lantai, lalu membuka keredungnya dan mulai mengipas – ngipas Zara.
Beberapa menit kemudian Zara mulai mengerjam – ngerjam matanya, sosok yang
pertam kali di tangkap bola mata Zara adalah Ilham yang sedang
memperhatikannya.
“alhamdulilah ternyata aku masih di dunia” ucap Zara
sambil berusaha untuk duduk.
“lebay, kena bola gitue aja pingsan” ejak Ilham.
“Zara lagi gak mau berdebat sama Bang Ilham, kepala Zara
masih pusing” kata Zara sambil memijit – mijit kepalanya.
“astaufirullah halazim kerudung Zara mana?” tanyak Zara
sadar dengan kondisinya.
“nih” lempar Ilham.
Zara pun memakai kerudungnya dengan gugup, tiba – tiba HP
didalam tas Zara berbunyi tanpa minta izin Ilham pun menjawab panggilan itu.
“Aditia” guma Ilham dan memecet tanda warna hijau, dia
mendengar seksama apa yang dikatakan Aditia.
“Zara gak bisa jawab panggilan, dia lagi mengikat
rambutnya menggunakan kerudungnya yang gak beres – beres. Ah baik lah akan aku
sampai kan” katanya dan mengakhiri obrolan itu.
“eh kamu gak usaha lagi cari aku, aku gak akan mau di
ajarkan kamu mengerti” kata Ilham.
“gak bisa Zara udah janji sama Buk Dwi. Lagian semalam
kita sudah mengobrol banyak” kata Zara tegas dan menatap Ilham.
“ngobrol bukan berarti aku mau, dan ini keputusan aku
pergi lah!”
“gak akan” tolak Zara keras.
“kamu Cuma butuh nilai kan?” tanyak Ilham.
“bukan Za__”
“hahah gak usah bohong lah, udah banyak kok kasus kayak
gini, bukankah udah jelas apa yang aku bilang kemaren?”potong Ilham.
“tapi semalam bukannya Abang udah setujuh?” tanyak Zara
coba menyakinkan kesimpulannya.
“emang aku bilang gitue, bukan kah kita semalam hanya
ngobrol hal yang tidak penting?”
“tapi Zara pikir Abang udah setuju”
“gak aku gak setuju, aku bisa belajar sendiri jadi kamu
jangan susah – susah ngajari aku” kata
Ilham.
“enggak bisa Zara udah janji sama Buk Dwi pokonya Zara
harus mengajari Abang” kata Zara tegas dengan keputusannya.
“Za aku gak mau di ajarkan oleh adik letting jelas”
“terserah apa kata Bang Ilham pokoknya Zara tetap akan
ajarkan Bang Ilham”
“Za aku pikir kamu berbeda dengan gadis – gadis lain,
ternyata kamu sama aja dengan mereka, apa gunanya kamu gunakan kerudung kalau
kelakuan kamu gini. Gak ada harga dirinya mending buka aja kerudung kamu ” kata
Ilham ketus.
“Zara hanya menepati janji Zara sama Buk Dwi, terserah
Bang Ilham mau pikir apa. Dan lagi Zara masih punya harga diri , Zara gunakan
kerudung ini tulus dari hati Zara, Abang gak berhak mengomentarinya” kata Zara
berusaha tenang, tapi air mata telah menggenang.
“khem maaf kan aku, aku kasar. Aku hanya malu jika di
ajarkan oleh kamu, khem baiklah aku mau di ajarkan oleh kamu” kata Ilham
akhirnya mengalah dari sikap egonya merasa kasian melihat Zara, Zara terenyum
manis mendengar jawaban Ilham.
“besok kita mulai acara belajar kita” kata Ilham dan
meranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
“eh Abang mau kemana?” tanyak Zara, dan menghentikan
langkah Ilham di ambang pintu.
“gak boleh berdua – duaan kita bukan muhrib, Abang pikir
Za paham itu” kata Ilham dan benar – benar keluar sekarang.
~Ooo~
Tempat paling
nyaman kalau di rumah ya kamar tercinta, Zara yang baru pulang dari kampusnya
langsung masuk ke kamar dan merebahkan badanya ke kasur yang empuk itu. Baru
juga mau memejamkan mata, pintu kamar Zara di ketuk dengan malas namun masih
memasang senyum manisnya Zara membuka pintu kamarnya. Di depan pintu sudah ada
Ummi Zara, Ummi hanya mengatakan kalau teman – teman Zara menunggunya di bawah.
Satelah memakai kerudungnya Zara keluar kamar dan menuju
keruang tengah, disana sudah ada Nur, Aiza dan Aditia yang menanti
kehadirannya. Ke tiga teman Zara memandangnya kesal, Zara jadi binggung melihat
kelakuan teman – temannya.
“ek kanapa kalian pandang aku gitue?” tanyak Zara heran
dengan sikap mereka.
“ya Allah Zara apa semudah itu kamu melupakan kami karena
sudah ada Bang Arsyad” kata Nur dan sedikit memberi tekanan pada kata Bang
Arsyad.
“ah maaf aku lupa kalau kita ada janji ya, hmm kalian
paham lah kalau ini tanggung jawab aku sekarang” ucap Zara penuh dengan rasa
penyesalan.
“tapi aku udah hubungi kamu tadi” kata Aditia.
“tak ada pula, kapan kamu hubungi Zara?” Zara kembali
memasang wajah binggungnya.
“Bang Arsyad yang angkat” kata Aiza.
“ah, dia tak bilang apa – apa sama Ara?” tanyak Aditia.
“hmm enggak seingat Zara Bang Ilham memang tak bilang apa
- apa”
“bukan Bang Ilham Bang Arsyad” ucap Aditia.
“itulah sama aja, Arsyad kah Ilham kah orang yang sama,
nama dia Ilham Arsyad, katanya dia lebih suka di panggil Ilham” jelas Zara yang
di respon anggukan oleh teman – temannya.
“yalah yalah mau Ilham atau Arsyad aku gak peduli yang
aku peduli sekarang tugas kita buat sekarang?” tanyak Nur.
“buat sekarang lah” ucap Zara semangat.
Mereka pun mulai membuat tugas kuliah yang di berikan dosen,
ke empat anak manusia itu mengerjakan tugas mereka dengan serius. Zara terlihat
manis jika memasang wajah seriusnya seperti ini, Nur dan Aditia pulak tak henti
– hentinya bertengkar. Aiza yang duduk di tengah – tengah mereka pun mencoba
meleraikan pertengkaran mereka yang tak masuk akal itu.
Pemandangan indah ini pun menyambut Ayu pulang sang Kakak
dari Zara, Ayu tersenyum melihat acara belajar adiknya. Ayu jadi ingat masa
saat dia dan kawan – kawannya belajar seperti ini.
“Assalam mualaikum” ucap Ayu.
“Awalaikum salam. Bile Kakak pulang ni?” tanyak Zara dan
langsung meninggalkan tugasnya menyambut
kedatangan sang Kakak.
“baru, tapi Akak liat pulak Ara dan kawan – kawan Ara ni
tengah serius kerjakan tugas kuliah” kata Ayu.
“itulah Kak tugas kami sangat banyak” keluh Nur.
“Ara yang baut, kamu yang ngeluh” kata Aditia.
“aku juga membantunya” bela Nur.
“ya bantu mengacaukan”
“Amboi, Kakak pike Aditia yang paling dewasa, Ara
sepertinya cerite Ara pasal Aditia salah lah” kata Ayu tersenyum kearah Aditia.
“hehe bukan gitue Kak, Nur ni nyebelin” elak Aditia
sambil menggaruk kepala belakangnya yang gak gatal.
“hmm yalah tue, kalau dah terpojok orang lain pun salah”
kata Zara.
“wah Adit bakal kalah berdebat ni, habis Adit sendiri
sih” kata Aditia dengan wajah sedihnya.
“dah jangan ngedrama kapan tugas ini selesai” lerai Aiza.
“yalah, yadah Akak kami buat tugas dulu ya”
“iya,shalat asar udah tue”
“dah tadi berjemaah pula” kata Zara.
“bast lah kalau macam tue, Akak nak masuk bilek dulu ye,
jangan begadoh tue”
“yalah Akak”
Sepeninggalan Kak Ayu, teman – teman Zara malah senyam –
senyum meperhatikan Zara, Zara kembali di buat binggung dengan sikap teman –
temannya.
“apa hal, pandang aku macam tue?” tanyak Zara.
“karena tuelah, care awak
bicare sama Akak awak, bikin saye
dan kedua kawan awak nie gemes” kata Aditia menggunakan logat yang dipakai Zara
dan Kakaknya bicara tadi.
“amboi, awak nie sada kan kalau saye pulak memang
bercakap macam ni kat rumah”
“sada sesada sadanya” kata Aiza, dan merekapun saling
melemparkan senyum.
“same Akak awak tue kan?” tanyak Nur
“yalah”
“hmm yunik emang kalian berdue thue” kata Aditia
Setelah acara bercanda itu selesai mereka pun kembali
mengerjakan tugas mereka, setelah semua tugas kuliah selesai. Aditia, Nur dan
Aiza pun pamit pulang.
Setelah teman – temannya pulang Zara pun kembali kekamar
ambil handuk lalu pergi mandi buat nyegerin badan yang dah lelah.
~Ooo~
Seperti perjanjian yang telah mereka sepakati, hari ini
Zara mengajarkan tentang mata kuliah agama pada Ilham. Selama proses belajar
itu Ilham tak henti – hentinya mengoda Zara yang dengan mudahnya tersipu.
Kehadiran Zara dalam hidup Ilham bagaikan ada warna baru,
ia seperti mendapatkan mainan baru. Dan Zara sendiri juga merasakan hal yang
sama, sosok Ilham sangat berbeda dengan teman – teman yang pernah ia kenal.
Ilham bisa jadi apapun sesuai kondisi, kadang ia menjadi sangat baik dan sangat
cocok menjadi seorang Abang, kadang juga sangat nyebelin dan membaut Zara dia
ambang kesabarannya.
Tanpa sadar kebersamaan mereka memberi hal baru dalam
kehidupan mereka berdua. Ilham Arsyad pemuda yang jarang sekali membicarakan
seorang gadis kini tak henti – hentinya membicara Zara Khalisa, sang adik
letting yang menjabat sebagai guru privat Ilham.
Kini keduanya sering sekali menghabiskan waktu bersama,
Ilham juga kini mulai paham dengan apa yang di ajarkan Zara.
“Abang, Abang paham tak apa yang Zara ajakan nie, Zara
capek lah Abang tak paham – paham lagi” kata Zara kesal.
“kalau Za kesal dan bicara seperti itu Abang bukanya
takut malah gemas liat Za” kata Ilham menahan senyumnya.
“Ape pulak Abang gelak ni, Abang kire lucu ke?”
“Allahu akbar Allahu akbar” terdengar suara Azad Dhur
berkumandang.
“dari pada marah, Za shalat Dhur sana!”
“Abang gak ikut? Berdosa tak shalat”
“Yalah abang ikut lagi” kata Ilham menggunakan cara Zara
bicara, Zara memandang kesal Ilham yang berbicara seperti itu.
Mereka berjalan menuju musalah yang gak jauh dari tempat
mereka berada sekarang, keduanya berjalan dalam diam keduanya sibuk dengan
pikiran masing – masing. Dan tiba – tiba langkah mereka saat ada yang memanggil
Ilham.
“Bang Ilham!” serunya dan menghentikan langkah mereka.
“ah Isyara ada apa?” tanyak Ilham.
‘mereka pasti dekat, gadis ini
manggil dengan sebutan Ilham bukan Arsyad’ kata batin Zara
memandang gadis di samping Ilham sekarang.
“Abang mau kemana?” tanyak gadis yang di panggil Isyara
itu.
“musala Isyara mau ikut?”
“hmm gak Isya lagi istimewa sekarang”
“hmm yadah kalau gitue, kita ngobrol nanti lagi. Za ayok!”
ajak Ilham dan meninggalkan Isyara yang masih memandang mereka dengan raut yang
gak bisa di tebak.
Selesai shalat Zara masih memikirkan gadis tadi, pasalnya
Zara seperti mengenal gadis yang berparas cantik itu.
“gak balik?”
“eh iya”
Zara keluar dari musala dengan pikirannya masih tertuju
pada Isyara, Zara yakin dia pernah melihat gadis itu. sangking asyiknya melamun
Zara gak sadar dengan kehadiran Ilham yang berjalan beriringat dengannya, Ilham
terus memperhatikan Zara yang memasang wajah aneh itu.
“Cik Zara Khalisa lagi pike apa ni?” tanyak Ilham memakek
logat Zara.
“Isyara” jawab Zara tanpa tau siapa yang bertanya
padanya.
“kenapa Za pikir Isyara?”
“penasaran, Za macam pernah jumpa budak tue” kata Zara.
“yalah dia gadis yang ada di Hp Abang lah”
“iye ke?” tanyak Zara memperhatikan Ilham.
“hmm Za kan pe__”
“bang Ilham” potong Zara kaget.
“Apa?”
“sejak bile Abang kat sini”
“dari tadi, Za tak focus asyik dengan pemikiran Za
tentang Isyara mana Za sadar dengan kehadiran Abang” jelas Ilham dan Zara hanya
senyum malu.
“ah maaflah, oh iya kapan Za liat foto Isyara ada di
ponsel Abang?”
“hari ketiga kita belajar ponsel Abang bunyi dan Za liat
foto Zara kan?”
“haha iya, Za lupa. Hmm Abang suka Isyara?”
“ mungkin. Isyara baik tapi sekarang ada gadis lain yang
membuat abang lebih tertarik” jujur Ilham.
“jangan seperti itu, siapa tau Isyara juga menyukai Abang
dan udah narok harapan tapii abang malah suka gadis lain”
“kalau urusan lain Za bisa mengubah sesuka hati Za, tapi
ini masalah hati kita mana tau kalau sang pencipta berkehendak lain”
“ya Bang Ilham memang yang paling betul lah, tapi Abang
jangan main – main dengan hati orang” ucap Zara.
“Za Abang suka dengar Za bicara bahasa Melayu, keluarga
Za ada yang berdarah melayu kah?’
“tak Ummi die asli orang Bandung, Abah Za asli berdarah Aceh. Tapi Abah sama
Ummi lama kat sana. Abah dan Ummi belaja
di Uiversiti sane, habis tue lanjut keje disana ” Zara kembali mengubah cara
bicaranya.
Ilham manjadi pendengar setia saat Zara menceritakan tantang
keluarganya, Ilham juga baru tau kalau Zara kembali ke Indonesia saat umurnya 8
tahun. Selama bercerita Zara gak sadar kalau dari tadi Ilham meperhatikan semua
gerak – gerik Zara.
‘sepertinya aku tertarik padanya’ kata
batin Ilham.
“Abang Zara ada kelas lagi Zara pamit ya?”
“ah?” pertanyaan Zara membuat Ilham kaget dalam dunia
lamunannya.
“Za bilang apa tadi?” tanyak Ilham beloon.
“Za ada kelas lagi, karang Za pamit ok. Assalam
mualaikum”
“waalaikum salam” jawab Ilham, dan Zara pun pergi
meninggalkan Ilham duluan. Ilham tersenyum meperhatikan Zara yang makin menjauh
darinya.
Sepinggalan Zara, Ilham di kagetkan dengan kahadiran
isyara. Mereka pun berjalan sambil mengobrol bersama mereka terlihat akrab.
“Isya liat 2 minggu nie Abang dekat sama Kak Ara” kata
Isyara.
“Ara?” ulang Ilham.
“Kak Zara” ucap Isyara sambil tersenyum.
“oh Za, itu karena Buk Dwi menyuruh Za buat ajarkan Abang
tentang mata kuliah agama” jelas Ilham.
“Abang suka Kak Ara?” tanyak Isyara setelah menarik
nafas.
“iya . kalau Abang gak suka kita gak bisa belajar dengan
baik” kata Ilham.
“Abang cinta?”
“cinta, entahlah Abang gak tau”
“Abang” panggil Isyara dan menghentikan langkahnya.
“hmm”
“Abang gak suka Isya? Maksud Isya Cinta?”
“hmm Isya Abang gak tau Abang suka atau gak pada Isya,
tapi Abang sayang pada Isya”
“itu karena Abang cinta Kak Zara, tapi walaupun gitu Isya
akan berusaha untuk membuat Bang Ilham kembali menjadi milik Isya. Isya cinta
Bang Ilham itu yang Isya tau”
“Isya bilang apa sih?. Ayo kita pulang aja!” Ilham
mengajak Isyara pulang bersama.
Setelah mengantar Isyara pulang, Ilham langsung balik
kerumah. Dan Ilham masih memikirkan obrolannya dengan Isyara tadi. Mengingat
hal itu Ilham selalu menarik nafas berat rasa kepalanya jadi pusing memikirkan
hal itu.
“assalamualaikum” kata Buk Dwi mencoba mengingatkan
Ilham.
“ah maaf. Assalammualaikum” ucap Ilham.
“waalaikum salam, kamu mikirin apa sih?” tanyak Buk Dwi.
“gak ada yang penting”
“Arsyad bisa cerita sama Bunda”
“Arsyad, janganlah Bunda panggil Ilham Arsyad” protes
Ilham kesal.
“kenapa nama kamu kan Ilham Arsyad jadi mau Ilham atau
Arsyad kan sama, kamu juga kan”
“Ilham gak suka di panggil Arsyad, kerena ada Arsyad lain
yang gak Ilham suka. Gara – gara bunda selalu panggil Ilham Arsyad sekarang hampir
semua panggil Arsyad” kata Ilham dan kini menghempaskan pantatnya di samping
sang Bunda.
“yalah Bunda minta maaf, kalau gitue Bunda panggil Ilham
“
“janji” Ilham tersenyum menanggapi perkataan Bundanya.
“janji”
Dret…Dret…Dret
Telpon gengam Ilham berdering dengan malas Ilham menjawab
panggilan itu setelah bicara dan menutup sambungannya, Ilham langsung pamit
pada Bundanya dan pergi lagi. Melihat sikap keponakan kesangatnya Buk Dwi hanya
bisa menarik nafas pasrah, dia menatap kepergian Ilham dengan banyak keinginan
menari – nari di otaknya.
“keingan terbesar semoga dia berubah” gumam Buk Dwi.
Ilham menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang, otaknya
juga masih memikirkan sesuatu. Sesampai di temapt tujuan Ilham langsung
memarkirkan mobilnya dan pergi untuk bertemu dengan orang yang telah
menghubunginya tadi.
“wieh apa kabar bro?” tanyak orang itu sambil menyalami
Ilham.
“baik, tumbenan kesini”
“kangen kalian semualah, oh aku dengar dari Arto kamu
lagi jatuh cinta?”
“entahlah aku pun binggung, kerena ada 2 gadis sekaligus
yang membuat ku nyaman” jujur Ilham.
“bhahahahah” tawa teman – temannya mengema di ruangan
itu.
Di tertawakan memang kesal, tapi bukan berarti hari ini
ia akan meninggalkan tempat itu kerena kemarahannya. Kali ini Ilham membutuhkan
mereka jadi dia membiarkan teman – temannya menertawakannya, dan tetap
melanjutkan cerita yang memalukan itu.
Ilham harap dengan bercerita perasaannya akan sedikit
lega juga mungkin dapat melupakan apa yang terjadi. Mungkin saja teman – teman
yang tak berguna itu bisa membuat dia melupkan sejenak masalahnya, dan dengan
begitu mereka kan jadi berguna di kehidupan Ilham.
~Ooo~
Di lain tempat Zara dan teman – temannya sedang
menghabiskan waktu bersama. Mereka duduk di taman dan terus mengobrol,
ceritanya gak jauh – jauh seputaran Ilham yang sudah agak berubah. Dan Zara
selalu jadi bahan candaan mereka, mereka menggoda Zara dengan mengatakan kalau
Ilham suka sama Zara makanya Ilham berubah.
“udahlah dia berubahkan lebih baik, emang kalian suka
kelakukan dia selalu gitu” kata Zara membela diri.
“iya kami paham Ara, hanya saja kehadiran Ara membuat
hidup Bang Ilham lebih terarah” kata
Aditia.
“yalah, lagi pun Ara tak punya perasaan apapun pada Bang
Ilham, Zara hanya mau membuat Bang Ilham berubah lebih baik, dan lagi Zara udah
punya seseorang yang bisa merebut hati Ara” kata Zara sambil tersenyum.
“siapa pemuda yang beruntung itu?” tanyak Nur menyenggol
bahu Zara.
“ada orang yang baiknya, selalu mengerti Zara ada saat
Zara sedih pokok orang Bast”
“siapa? Kami kan juga pengen tau. Kapan orang itu akan
melamar Ara?” goda Aditia.
“biarkan waktu yang akan menjawabnya” kata Zara berdiri
lalu berlari meninggalkan mereka.
“kamu pikir kami gak tau, kita tau siapa orang itu”
teriak Aiza.
“baguslah”.
~Ooo~
Malam menyapa, selesai shalat Magrib mengaji sebentar
lalu membuat tugas kuliahnya, sambil membuat tugas kuliah dia senyam – senyum
sendiri entah apa yang sedang ia pikirkansekarang.
Tengah asyik mengerjakan tugas kuliah, Zara di kagetkan
dengan kedatangan Umminya.. Ummi duduk di samping Zara dan memperhatikan anak
gadisnya itu. Zara tersenyum melihat Umminya dan kembali melanjutkan tugas
kuliahnya.
“Ummi nak cakap siket same Ara boleh?” tanyak Abah.
“bolelah Ummi, tapi kejap ya Ara lagi buat tugas ni, siket
lagi pun” kata Ara.
“baiklah
Ummi duduk menunggu Zara selesai mengerjakan tugasnya,
dan Zara terlihat serius mengerjakan tugasnya. Setelah mengerjakan tugas Zara
langsung menatap Ummi, dengan tatapan ‘Ummi nak bilang apa pada Zara’. Ummi
tersenyum dan mengelus lembut rambut Zara, lalu Ummi pun mulai mengatakan
perihal kedatangannya kekamar Zara.
Ummi mengatakan kalau Kak Ayu telah di lamar, lalu ia
juga mengatakan kalau seseorang juga telah minta izin pada Abah dan Ummi untuk
melamar Zara. Zara tersenyum malu mendengar perkataan Umminya, tapi Zara tidak
mengatakan apapun dia tidak menerima atau menolaknya.
Setelah mengatakan apa yang harus di katakana Ummi pun
keluar dari kamar Zara, sepeninggalan Ummi Zara jadi memikirkan Ilham dan juga
obrolannya dengan teman – temanya di taman tadi. Zara nampak memikirkan
sesuatu.
“ah Kak Ayu” katanya dan berlari keluar kamar.
Zara mengetuk pelan pintu kamar sang Kakak, setelah
mendapatkan izin Zara langsung masuk sambil senyam – senyum sendiri.
“kau nak ape?” tanyak Ayu ketus tanpa menatap Zara yang
masih senyam – senyum.
“nak goda Akak yang, yang dah mau kawen” kata Zara
semangat.
“hmm metuah punya budak, Akaknya pun nak gode?”
“Akak, nak kawen kan same Abang Salman, iye kan”
“sape bilang same engkau Abah atau Ummi?”
“Ummi tadi die datang ke bilik Ara”
“oh Ummi, hmm Ummi ada bilang perihal ade seseorang yang
nak kawen sama Ara pulak”
“ade, tapi kan Akak Ara binggung nak jawab apa, Ara budak
kecik lagi”
“budak kecik kah sebesa nie, Ara denga Akak cakap nie,
pacaran lama – lama tak bayek. Lebih baik Ara kawen lagi pun Ara suka kan laki
nie”
“suke tapi kan Akak_”
“Ataut Ara suka same Ilham Abang letting Ara?” potong Ayu
dan berhasil membuat pipi Ara memerah.
“Akak bukan lah macam thue, Ara same Bang Ilham kawan je
mana boleh kawen” protes Ara.
“boleh asalkan Ara nak”
“taulah, Ara tak nak lah cerite sama Akak lagi, mending
Ara pigi tidu”
Zara pun keluar dari kamar Ayu dengan muka kesal, Ayu
hanya terkekeh melihat tingkah Zara yang menurutnya sangat kenak – kanakan dan
lucu itu.
~Ooo~
“Kak Zara” panggil Isyara saat melihat Zara yang barus
saja keluar dari ruang kelasnya, Zara tersenyum menanggapi panggil Isyara.
“Kak bisa kita bicara sebentar?” tanyak Isyara sambil
langkahnya mendekat kearah Isyara dan teman – temannya yang tengah berdiri.
“tentu, katakana saja!”
“tidak disini mugkin di teman yang lain” kata Isyara
sambil melirik teman – teman Zara,
“hmm baiklah”
Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan teman – teman
Zara yang akan pergi ke tempat favorit mereka. Sepeninggalan Zara Aditia, Nur
dan Alza juga ada 2 orang teman lain pun pergi meninggalkan ruangan kelas.
Namun, baru beberapa langkah Ilham datang mencari Zara.
“Zara mana?”
“pergi dengan anak semester 2” jawab Nur.
“siapa?”
“entah” jawab Aiza singkat.
“mereka pergi kemana?” tanyak Ilham lagi
“kearah sana” tunjuk Aditia.
Tanpa terima kasih Ilham langsug pergi sesuka hati,
membuat Nur dan Aiza membicarakan kelakukannya.
“Ara belum 100% dan mengubah kelakuan Bang Ilham” kata Nur
dan di tanggapi anggukan oleh Aiza.
“udah jangan ngomongin orang di belakang, dosa” kata
Aditia.
Sedangkan
Zara dan Isyara mereka asyik bicara hal
yang biasa dan tidak terlalu penting. Isyara bertanya banyak hal pada Zara begitu juga dengan Zara, dan pertanyaan
itu pun tidak sedikit pun berhubungan dengan Ilham dan keduanya terlihat akrab,
hingga pertanyaan yang terakhir di tanyakkan Isyara dan membuat obrolan itu
agak canggung.
“Kaka suka Kak Ilham?” tanyak Isyara dan menghentikan
langkah Zara, Zara terdiam sejenak menanggapi pertanyaan itu dan Isyara
memandang lekat kearah Zara.
“Kak, kakak suka”
“iya . kalau Kakak gak suka kita gak bisa belajar dengan
baik” kata Zara sambil tersenyum manis.
“jawaban Kakak dan Bang Ilham sama”
:hmm kebetula aja”
“kalau cinta?”
“Cinta? Kakak tentu saja gak cinta”
“entah siapa yang tau nanti, kalau suatu saat kak Ara
cinta sama Bang Ilham Isya tetap akan merebut Bang Ilham kembali” kata Isyara
sambil tersenyum tapi matanya gak bisa berbohong kalau ia sangat kesal
sekarang.
Zara menanggapi perkataan Zara dengan tersenyum lembut,
di arah belakang mereka terlihat Ilham yang memperhatikan mereka. Dia memegang
dadanya lalu tersenyum miris, setekah menarik nafas dan perasaan lega mereka
pun menghapiri kedua gadis cantik itu.
“Za, Isya” panggil Ilham dan kedua gadis itu menghentikan
langkahnya.
“Mamahnya Abang ingin ketemu dengan Za” sambung Ilham
memandang Zara.
“Za, kenapa?”
“entah, Mamanya Abang baru kembali dari luar negeri,?
Isya mau ikut” kata Ilham.
“kalau Bang Ilham izinkan pasti Isya ikut” kata Isyara
sambil tersenyum.
“yasudah ayo kita pergi”
“hmm baiklah tapi Za telpon teman – teman Zara dulu ya,
biar mereka gak nunggu Za”
“baik, kalian gak ada kelas lagi kan?”
“gak” jawab keduanya singkat.
Setelah Zara memberitahukan pada teman – temannya mereka
pun pergi meninggal kan Kampus dan menuju ke kediaman keluarga Ilham. Sesampain
di rumah Ilham yang lumayan besar itu mereka di sambut ramah oleh orang tau
Ilham. Dan Zara mendapat pelukan hangat dari Mamah Ilham, Isyara yang melihat
hal itu terlihat sedih Zara jadi merasa bersalah kerena insidet itu.
Orang tua Ilham memberikan banyak hadiah untuk Zara, baju
gamis, kerudung – kerudung yang cantik juga beberapa barang kecil lain. Mereka
terlihat sangat senang dengan kahadiran Za, bahkan adik kecil Ilham Dina
terlihat dekat dengan Zara mereka seperti sudah kenal lama.
Setelah acara bagi – bagi hadiah dan mengobrol mereka pun
memasak makan siang, Zara terlihat
sangat mahir melakukan hal itu. sedang Isyara banyak hal yang tidak ia tahu
tentang memasak.
“Isya” panggil Mamah Ilham.
“kamu panggil para laki – laki dan yang lain bilang
makannya sudah siap”
“baik tante” Isyara pun pergi meninggalkan dapur.
“tante bukankah Isyara gadis yang cantik dan baik?”
tanyak Zara.
“iya tapi gak secantik dan sebaik kamu, dan kamu telah
membantu anak tante yang badung itu” kata Mamanya Ilham Buk Salma.
“hmm tante bisa saja” ucap Zara tersipu.
“Za kamu mau jadi menantu tante?”
“khuk” Zara tersedak dengan ludahnya sendiri.
“eh kenapa? Kamu gugup minum dulu”
“enggak Tan,. Lagian Zara sama Bang Ilham gak mungkin
bersama Zara lihat Bang Ilham menyukai gadis lain” kata Zara sambil tersenyum
dan gak sadar Ilham yang baru datang memperhatikannya.
“siapa?”
“Isyara, Zara yakin Bang Ilham menyukainya” kata Zara dan
Mamah Ilham tersenyum menanggapinya.
“jangan asal ambil kesimpulan” kata Ilham yang tentu saja
membuat Zara terkejut.
“eh maaf”
“untuk apa? Emang kamu lakukan kesalan Zara kamu kan Cuma
mengatakan apa yang kamu rasakan” bela Mamah Ilham.
“Mamah bela terus gadis ini”
“ya ampun kalian jangan bertengkar dong kita makan siang
dulu” lerai Mamah.
Mereka makan siang dalam hening hanya suara sendong dan
piring yang terdengar, bagi Isyara, Pak Yunus Ayahnya Ilham, Buk Dwi, Pak kamal
dan Dina suasana yang terciptakan ini biasa saja. Namun, bagi Zara, Ilma dan
Buk Salma ini suasan yang salah. Pasalnya setelah kejadian di dapur tadi Zara
dan Ilham terlihat saling menghindar, bahkan untuk saling melirik.
“Zara Ilham Shalat Zdhur dulu” kata keduanya bersamaan.
“hmm kalian bisa Shalat berjamaah mungkin” usul Mamah
niatnya sih agar mereka berbaikan.
“enggak Ilham shala di kamar aja” kata Ilham dan bangkit
di kursi begitu juga dengan Zara.
Setelah jauh dari ruang makan tepatnya di ruang tengah
ternyata Ilham menunggu Zara disana. Ilham menghentikan langkah Zara dan
menggajaknya untuk bicara di luar, tapi tanpa mereka sadar Isyara melihat hal
itu dan mengikuti mereka.
“apa maksud Za bicara seperti itu sama Mamah?” tanyak
Ilham.
“apa yang salah, Zara hanya mengatakan apa yang Zara
rasakan” kata Zara.
“Za tau kalau apa yang Zara rasakan itu salah Abang gak
suka dia”
“apa yang salah, Za yakin Abang suka Isyara. Abang jujur
saja pada hati Abang” kata Zara tenang.
“Abang suka Isyara bukan sebagai seorang gadis tapi hanya
sebatas adik” kata Ilham.
“Za gak melihat gitu, Abang suka Isyara itu yang Zara
lihat” Zara bersikekeh dengan pendapatnya.
“Zara egois, Abang suka Isya hanya sebatas adik gak
lebih. Dan lagi Abang suka gadis lain, gadis yang menurut Abang lebih baik dari
Isyara” kata Ilham kesal, Zara hanya terpaku bukannya habis kata – kata untuk
menyerang Ilham tapi ia melihat Isyara yang ikut mendengar perdebatan mereka.
“Isya!” seru Zara, dan membuat Ilham memutur kepalanya menghadap
kearah Isyara.
“kenapa kalia liat aku seperti itu, aku tidak apa – apa”
kata Isyara dengan air mata yang telah menggenang. Lalu berlari masuk kerumah
Ilham.
Isyara mengambil tasnya dan pergi begitu saja tanpa
peduli pada keluarga Ilham yang memandang heran. Namun, saat mereka melihat
Isyara yang menanggis mereka pun ikut berlari menggejar Isyara. Di luar Zara
dan Ilham masih berdiri dalam diam , dan saat melihat Isyara Zara dan Ilham
berusaha mencegah dia pergi.
Mereka menjelaskan apa maksud dari percakapan mereka
tadi, tapi jangan kan mau mengerti mendengarkan penjelasan itupn dia enggan.
Dan para orang tua hanya menyaksikan apa yang sedang terjadi.
“Isya maaf Abang gak maksud untuk berkata begitu”
“udalah, Isya paham kok lagian Isya bukan siapa –
siapanya Abang, Isya hanya gadis bodoh yang menganggap lebih perhatian Abang.
Isya terlalu membodohkan perhatian seorang Abang dan laki – laki yang suka pada
Isya hiks.. hiks…hiks” jelas Isyara diringi isak tanggisnya.
“Isya dengar dulu penjelasan Abang”
“gak apa – apa, Bang Ilham Isya suka dan cinta sama Abang
sampek kapan pun walaupun Abang telah berubah, nanti kalau perasaan Abang
kembali lagi pada Isya Abang kembalilah” kata Isyara dan melangkah kan kakinya.
“Isya berhenti” langkah Isyara terhenti dan Zara
mendekati Isyara.
“Isya pernah bilang sama kakak kan kalau suatu saat Isya
akan merebut kembali Bang Ilham dari gadis manapun, mungkin mulai sekarang
Isya sudah mulai bertindak Isya jangan
menyerah buat Bang Ilham menjadi milik Isya” sambung Zara dan mendekati Isyara.
“akan Isya lakukan” jawab Isya dan memeluk Zara erat.
“hmm berjuanglah”
“tapi untuk saat ini Zara harus pulang assalam mualaikum”
“waalaikum salam” jawab Zara.
~Ooo~
Setelah hari yang melelahkan itu berakhir, Ilham masih
saja memikirkan apa yag sudah terjadi. Dia merasakan kasihan melihat Isyara
namun dia juga tidak bisa berbohong kalau dia juga menyukai gadis lain. Mamah
yang melihat Ilham galaupun menghapiri anak laki – lakinya itu. Dia berbicara
pada Ilham kalau Ilham harus membuat keputusan dan benar – benar menetapkan
hatinya.
Nasehat Mamah bukannya membuat Ilham lega malah membuat
dia makin galau dan resah menghadapi masalah ini. Dia gak bisa memilih kerena
baginya kedua gadis itu berarti baginya, yang satu tidak mau ia sakiti dan yang
satu lagi yang bisa merebut hatinya.
Di lain tempat Isyara masih menanggis dia terus memikiran
apa yang dia bicarakan bersama Ilham tadi siang dirumah Ilham. Hatinya terasa
perih dan sangat sakit jika melihat hal itu dia gak perna menyangka kalau Ilham
hanya menganggaonya sebagai adik.
Di malam yang gelap ini bukan hanya Isyara dan Ilham yang
galau, Zara juga ikut merasaka hal yang sama. Ia merasa bersalah kerena
kehadirannya telah mengacaukan semuanya, Zara duduk di samping jendala nya sambil
memandang langgit yang gelap, tak ada satu pun bintang yang berkerlap – kerlip
bahkan bulan hampir sepenuhnya di tutup awan. Malam bagai mengerti dengan apa
yang tengah ia rasakan.
Dret…Dret…Dret
‘Aditia’
Nama yang tertera di ponsel Zara, Zara menjawab telpon
itu ia pun menceritakan semua yang terjadi di rumah Ilham pada Aditia.
‘itu bukan salah
kamu, Bang Ilham harus menentukan pilihanya gadis itu atau Isya, kalau dia
gak memilih hanya akan membuat hati
mereka sakit” jelas Aditia.
“hmm kalau Bang Ilham memilih gadis itu, Isya akan
tersakiti dan Ara yakin kalau sebenarnya Bang Ilham suka Isya” kata Zara.
‘itu resiko jatuh
cinta bukan pada tempatnya, udah Zara jangan pikir lagi mending Zara tidur
sekarang Adit gak mau besok Ara tidur di kelas’
“baiklah Pak Cik bos, Assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Setelah mentutup telponnya dengan Aditia, Zara pun
mengikuti perkataan Aditia dia membaringkan tubuh ke tempat tidur empuknya.
Namun, tak dapat di pungkiri pikiran Zara masih tertuju pada kejadian tadi
siang di rumah Ilham dan Zara menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi.
“ah Ini salah Zara, kalau Zara tak cakap macam tadi Isya
tak lah denga dan mereka berdua tak kan lah jadi macam ni” ucap Zara menyesali
apa yang telah terjadi.
Malam makin larut suasanapun udah sunyi, Zara memenag
sudah mengikuti anjurat Aditia tapi hingga saat ini matanya masih saja tak mau
menutup. Pikirannya terus saja melayang – layang dengan apa yang telah terjadi
tadi siang. Jam weker yang selalu menghiasi meja dekata tempat tidur Zara pun
telah menuju pukul 01 lewat.
“ah aku gak akan bisa tidur kalau terus begini hati
rasanya sangat gelisah,hmm sebaiknya aku shlat tahajud dulu” katanya pada
dirinya sendiri,
Zara bangkit dari temapt tidur, keluar dari kamar dan
pergi ngambil wudhu. Setelah mengambil wudhu Zara pun melakukan niatnya untuk
shlat tahajut, dengan harapan bisa menghapus kegelisahannya. Zara shalat dengan
khusuk, selesai shalat Zara memanjatkan doa, dia berdoa semoga saja dengan apa
yang telah terjadi tidak ada yang tersakiti, semoga saja semuanya akan baik –
baik dan tidak akan ada permusuhan nantinya. Selesai memanjatkan doa Zara
mengambil quran dan membaca surat Arrahman.
~Ooo~
Matahari tersenyum indah
menyapa awak manusia yang sudah siap untuk beraktifitas, sinarnya yang cerah
pun menerobos masuk setiap celah dan membanggunkan semua yang masih tidur. Bunga-bunga yang tadinya masih layu kini
bermekaran indah, suara kicauan burung yang merdu membuat pagi ini sempurna.
Seorang gadis yang kita tahu
memiliki nama Zara Khalisa,terlihat sedang merapikam kerudungnya di depan
cermin. Zara juga memoleskan sedikit lipstick di bibirnya agar penampilannya
terlihat sempurna. Selesai dengan acara dandanannya Zara pun keluar dari
kamarnya dan menuju keruang makan. Diruang makan terlihat semua telah
berkumpul, Zara yang baru tiba pun langsung ngambil tempat di samping Kakaknya
“ah Assalamualaikum Abah Ummi Kakak,
selamat pagi” sapa Zara.
“waalaikum salam” jawab ketiganya
serempak.
“hari ini kamu pulang jam berapa
sayang?’ tanyak Abah yang memandang Zara.
“kalau gak ada perubahan sampek jam
12 aja” jawab Zara.
“gak belajar sama Kakak lettimg mu
itu?” pertanyaan Kakaknya itu membuat Zara terdiam sejenak, dan pikirannya
kembali dialihkan pada kejadian kemaren siang.
“Ara?”
“ah Ara belum tau lagi” jawab dengan
raut wajah yang sedikit berbeda dari yang tadi.
“ada masalah?”
“gak kok Kak”
“hmm bagaimana dengan pemuda yang
itu? yang ingin melamar kamu?” Abah
mulai mengoda Zara, dan tiba – tiba mukanya pun merona.
“Abah, Zara tak tau lah, dia kan
cakap sama Abah mana Ara tau” jawab Zara dengan sifat manjanya.
“apa pulak Ara tak tau, die kan dah
cakap sama Ara kalau dia nak kawen sama Arakan”
“Abah, jangan lah cakap macam tue,
Ara masih lama lagi Akak tue yang hampir dekat kan?”
“Akak pun kenak, pemuda tue cakap
sama Akak dia akan lamar Zara lepas semester ni”
“Ummi tenggok tue Abah sama Akak”
rajuk Zara.
“dah lah tu jangan pada begadoh
habis kan sarapan dulu, tak baek bercakap sambil makan kan” lerai Ummi.
Semuanya pun diam dan mulai
menyantao sarapan pagi yang di selimuti keheninggan, hanya terdengar dencingan
sendok dan piring saet bersetuhan. Setelah menghabiskan sarapannya Zara yang
buru – buru pun langsung pamit pada anggota keluarganya.
Zara pergi kekampus diantar sopir
pribadinya, di perjalanan menuju ke kampus Zara hanya diam dan pikirannya lagi
– lagi tertuju pada malasah yang ia hadapi. Dan lagi Zara gak tau bagaiman dia
bersikap saat bertemu dengan Ilham. Zara yakin Ilham akan marah padanya, kemaren
saja setelah kejadian itu Ilham tidak bicara apa – apa lagi padanya, dan Ilham
juga menyuruh sopirnya yang mengantar Zara.
“uuf” Zara menarik nafas berat, dan
mengalihkan pandangannya untuk melihat sekeliling. Yang sebantar lagi akan tiba
di kampus tercintanya.
Setiba dikampus, Zara langsung
menuju ke ruang kelasnya. Dia duduk di samping keduan temannya, selama proses
belajar mengajar Zara hanya diam dia gak konsentrasi. Keadaan Zara yang seperti
menarik perhatian ketiga temannya. Aditia yang tau akan masalah yang tengah di
hadapi sahabatnya itu menarik nafas berat, lalu kembali focus pada dosen yang
tengah menjelaskan mata kuliah.
Mata kuliah pertama di lalui Zara
dengan wajah murung dan terlihat sedang menghadapi maslah, tidak seperti
biasanya yang selalu ceria dan sangat aktif. Biasanya Zara selalu serius
memperhatikan mata kuliahnya, dan langsung bertanya jika dia tidak paha, dengan
yang di jelaskan oleh dosen tapi hari ini jauh dari itu semua.
“kayaknya dia punya masalah?” bisik
Nurm dan di sambut anggukan oleh Aiza.
Di lain ruang kelas juga terlihat
Ilham yang menatap dosen yang tengah menjelaskan mata kuliah dengan tatapan
kosong. Raga Ilham memang ada di dalam ruang tapi pikaran dan rohnya tengah
menari – nari ke tempat lain. Sama halnya dengan teman – teman Zara teman – teman Ilham pun terlihat
binggung dan khawatir dengan kondisi Ilham yang tidak seperti biasanya.
Dosen cantik yang tengah menjelaskan
mata kuliah pun tidak membuat mereka tertarik, mereka lebih tertarik melihat
keadaan temannya itu.
“Ham kamu kenapa sih, kayak orang
kehilangan roh gitu?” bisik teman Ilham yang biasan di sapa Wisma itu.
Mendengar pertanyaan Wisma, Ilham
hanya melirik sebentar kearah Wisma lalu kembali pada posisi tadi menghadap
kedepan tapi melamun. Ilham terlihat tidak berminat menjawab pertanyaan Wisma,
pikirannya di penuhi dengan peristiwa pertengkarannya dengan kedua gadis itu.
Dan di lain tempat, tapatnya di
sebuah rumah yang sederhana terlihat Isyara yang tenga duduk melamun sambil
memeluk kedua lututnya. Air mata terus membasahi pipinya, pikiranya masih
melayang pada kejadian dimana kata – kata yang di ucap Ilham sungguh menyakiti
hatinya. Mengingat kejadian itu membuat air mata Isyara menetes dengan
sendirinya, hatinya telah hancur berkeping – keping.
“Isya
pernah bilang sama kakak kan kalau suatu saat Isya akan merebut kembali Bang
Ilham dari gadis manapun, mungkin mulai sekarang Isya sudah mulai bertindak Isya jangan menyerah
buat Bang Ilham menjadi milik Isya” perkataan Zara kembali terniang di telinga Zara
“ya Kak Zara benar, aku harus bisa merebut Bang Ilham
lagi. Sebelum janur kuning melekung aku harus membuat hati Bang Ilham berubah”
tekat Isyara sambil meyekak air matanya.
~Ooo~
Di sebuah musholla kampus terlihat Zara yang tengah
merapikan mukenahnya di sampimg juga ada keduan sehabatnya. Mereka masih
memperhatikan wajah Zara yang terlihat masih murung.
“Ara, Are you Ok?” tanyak Nur.
“aku baik – baik aja kok, emang aku kenapa?”
“kamu terlihat lagi ada masalah”
“hmm memang, masalah dengan Bang Ilham. Aku membaut
kesalahan besar dan membuat hati gadis lain tersakiti” kata Zara.
“maksud kamu?”
“ahhmm gini ceritanya”
Zara pun kembali bercerita pada kedua temannya sedetil mungkin bahkan saat
bercerita Zara tak henti – hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Tak jauh dari
mereka terlihat Ilham dan Aditia yang memperhatikan para gadis itu.
“Abang lihat dan dengar sendirikan kalau Ara menyalahkan
dirinya sendiri dengan apa yang tengah menimpa kalian sekarang” kata Aditia.
“kalau Abang gak berbicara dengan Zara sekarang Zara akan
terus meyalahkan dirinya sendiri, Abang harus bisa buat Ara tidak merasakan
bersalah” sambung Aditia dan pergi meninggalkan Ilham yang masih diam.
Dalam diamnya Ilham tengah berpikir hal apa yang
harus ia lakukan untuk membuat Zara
tidak merasa bersalah. Pelan tapi pasti langkah kaki Ilham mulai mendekati Zara
dan teman – teman yang masih asyik bercerita.
“Za!” seru Ilham, sontak Zara memutar kepalanya menghadap
Ilham yang tengah menatapnya.
“Bang Ilham”
“kamu masih punya kegiatan?”
“hmm tidak”
“baguslah ayo kita pergi untuk belajar”
“Abang gak marah sama Za kerena masalah kemaren”
“lupakan !” perintah Ilham.
“udahlah Ara kamu ikut aja Bang Ilham”
“hmm assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Ilham dan Zara meninggalkan musholla mereka melangkah
dalam diam, Zara terus mengikuti Ilham dari belakang. Hingga mereka tiba di
parkiran mobi, Zara menatap Ilham binggung, tatapan yang sama saat mereka
pertama kali Ilham mengajak Zara ikut denganya.
“kita belajar di luar hari ini” katanya
“kenapa gak di perpus”
“bosan” jawab Ilham singkat dan membuka pintu mobilnya,
Zara pun membuka pintu mobil Ilham.
“kenapa di belakang? Kita hanya berdua” tanyak Ilham
binggung.
“ah gak apa – apa, lagian kan seharusnya kita gak boleh
berdua – duan di mobil begini” bela Zara.
“terserah deh” kata Ilham pasrah.
Ilham menancam gas mobilnya, dia menuju kesuatua tempat
yang tidak diketahui Zara dimana gerangan tempat itu berada. Jalan yang di
pilih Ilham mulai jauh dari perkotaan Zara terlihat mulai panic.
“kita mau kemana?” tanyak Zara.
“kesuatu tempat” jawab Ilham santai.
Setelah menempuh 3 jam perjalanan mobil yang di kendarai
Ilham pun mulai melambat, lalu berhenti di jalan yang kanan kirinya ada sawah.
“untuk apa kesini?” tanyak Zara binggung.
“mengunjungi seseorang” kata Ilham dan turun dari mobil
lalu di susul Zara.
Ilham sebagai penunjuk jalan pun berjalan di depan,
mereka kembali diam Zara sibuk dengan pikirannya dan Ilham sibuk dengan kamera
yang ia bawa tadi. Langkah kaki Ilham berhenti di sebuah rumah sederhana yang
terlihat indah, di sisi kiri kanan rumah itu di bentanggi indahnya persawahan
dengan pokok padi yang menghijau. Di depan rumah sederhana pun ada sebuah taman
bunga yang indah.
“ini rumah siapa?” tanyak Zara sambil mengamati rumah
sederhana itu.
“lihat saja nanti” kata Ilham masih misterius.
Tok…Tok…Tok
“Assalamu mualaikum”
“waalaikum salam” sahut yang di dalam rumah.
Krek
Pintu rumah itu terbuka dan keluar lah wanita yang
mungkin kira – kira umurnya lebih muda dari Ummi Zara. Dia tersenyum ramah
menyambut kedatangan Ilham dan Zara.
“kami teman putri anda” kata Ilham.
Wanita itu pun mempersilahkan mereka untuk masuk, Zara
yang masih binggung ini rumah siapa pun ikut saja apa yang di katakan Ilham dan
wanita itu. setelah menunggu sebentar sosok yang di maksud Ilham pun keluar,
mata Zara membulat saat melihat gadis yang keluar dari kamarnya itu.
“Isyara!” seru Zara kaget.
“kalian kenapa bisa kesini?” tanyak Isayara penasaran.
“Abang ingin menyelesaikan masalah yang tenggah terjadi
di antara kita, kemaren sore Abang telah ke kost Isya tapi Buk Kos bilang Isya
balik kampong” jelas Ilham.
“dan kenapa Abang aja Kak Za, agar dia menyaksikannya
sendiri apa yang tengah kita bicarakan da dia tidak menyalahkan dirinya
sendiri” sambung Ilham.
“ini semua bukan kesalahan kalian, Isya hanya butuh waktu
untuk merenungi semuanya” kata Isya.
“Isya. Semalam Mamah Abang telah menyarankan sama Abang
untuk meyelesai kan masalah kita agar tidak ada lagi yang tersakit terutama
kamu”
“maksud Abang apa?”
“Abang telah memutuskan siapa yang Abang pilih” kata Ilham mantap.
“eh, Abang jangan lah bicarakan hal itu sekarang” protes
Zara yang tadi hanya diam saja.
“gak Kak Za. Apa pun keputusan Bang Ilham Isya harus
lagi, ini urusan hati Isya gak bisa mutusin sendiri, walaupun Isya ingin
bersama Bang Ilham tapi Isya juga harus mendengar kan kepututusan Bang Ilham,
Isya gak boleh egois” jelas Isya panjang kali lebar.
“tapi Isya”
“Isya gak apa – apa kok Kak, bukan kah dengan mendengar
keputusan Bang Ilham kita akan tau semuanya” kata Isya tegar.
“hmm terserah kalian lah”
“lanjut Bang Ilham!” perintah Isya sambil tersenyum
manis.
“uff, seperti kata Isya kalau urusan hati gak bisa
putusin sendiri, Abang telah berusaha untuk tidak merubah haluan tapi hati
Abang gak bisa. Dulu Abang bahagia berada di samping Isya sekarang pun juga
begitu, Abang juga merasa nyaman, dan dulu jantung Abang juga berdetak abnorman
di samping Isya, tapi itu dulu. Sekarang Abang merasakannya pada gadis lain, gadis
yang pertamanya agak Abang benci, gadis yang merubah jalan pikir Abang, gadis
yang membuat hidup Abang berubah, Abang minta maaf Abang lebih memilih gadis
itu dari pada Isya” jelas Ilham panjang, dan Isya tak mampu menahan air matanya
saat Ilham mengatakan siapa yang dipilihnya.
“Isya!” seru Zara kasian melihat kondisi Isyara.
“Isya gak apa – apa, Isya senang akhinya Abang memilih.
Abang sudah bilang sama gadis itu?”
“hmm belum”
“cepat Abang bilang, sebelum dia di rebut orang lain. Dan
kalau nanti Abang dan gadis itu gak bisa bersama Isya akan tetap menunggu Abang
hiks… hiks” kata Isya dihiasi isak tanggis. Ilham bangkit dari duduknya dan
membelai rambut Isya lembut.
“maafkan Abang”
“Abang gak salah, dalam masalah hati gak bisa kita
salahkan siapa pun” kata Isya dengan suara parau. Zara yang menyaksikan
kejadian itu pun tak bisa membendung air matanya.
“Zara gak bisa mengertilah urusan cinta, mengiklaskan dan
melupakan sesuka hati bukan kah kita harus menjaga hati yang telah kita pilih
sebelumnya” kata Zara.
“bukankah dalam cinta ada pengorbanan, berkorban demi
orang yang kita cintai gak salah kan. ini urusan hati walaupun kita tidak ingin
menyakiti kita tetap harus memilih jika lebih lama akan lebih tersakiti” kata
Isya sambil terseyum, Zara merentangkan tangganya Isya pun mengahambur
kepelukan Zara.
“aku gak mengerti
kenapa cinta serumit ini, Isya orang yang hebat bisa menerima keputusan Bang
Ilham. Namun, kenapa hati ini juga rasanya sakit saat melihat Bang Ilham
memasang wajah itu” kata batin Zara.
“perasaan yang
wajar bukan aku ikut merasakan sakit saat melihat Isya sedih bagaimana pun ia
sempat mengisi hati ku. Maaf kan Abang karena selalu menyakiti hati Isya” kata
batin Ilham sambil sedikit tersenyum melihat apa yang terjadi di depannya.
“rasanya sakit
mengikhlas kan orang yang kita cintai. Kak Zara maafkan Isya mungkin Isya akan
mengingkari janji Isya untuk merebut Bang Ilham dari gadis itu kerena Bang
Ilham telah memilih Isya gak mau nanti Bang Ilham akan membenci Isya. Sekarang
semuanya tergantung kehendak yang Kuasa apa yang akan terjadi kedapannya. Dan
tergantung apa jawaban Kak Zara, Isya yakin gadis itu adalah Zara Khalisa”
kata batin Isya dan melepaskan pelukannya.
“khem Kakak dan Abang, kalian mau membawa Isya kembali ke
kota?”
“tentu” jawab mereka serentak.
“Alhamdulilah, Isya dapat tumpangan gratis”
“mulai besok Isya harus masuk kuliah lagi”
“siap bos”
“hhmm tapi kita shalat Asar di rumah Isya dulu ya” ucap
Zara.
“iya Ummi Zara Khalisa” kata keduantya serempak.
~Ooo~
Berangkat jam lima sore dari kampong Isya dan sampek
sekitaran jam 8 lewat di kediaman Zara membaut ke tiga makhluk itu takut. Dari
tadi Ummi dan Abah Zara terus menghubunginya dan mengkhwatirkan anak gadisnya.
“jadi Isya akan mengginap di rumah Za mala mini, ya udah
Abang pamit dulu. Assalam mualaikum”
“waalaikum salam”
Ilham kembali menancap gas mobilnya, begitu mobil yang di
kendarai Ilham menjauh dari rumah Zara. Abah, Ummi dan Kak Ayu keluar dari
rumah dan menyambut kedatangan mereka dengan khawatir.
“alhamdulilah akhirnya kalian tiba dengan selamat” kata
Ummi khawati.
“maaf sudah buat kalian khawatir” ucap Zara menyesal.
“ini gara – gara Isya, Kak Za harus jemput Isya
kekampung”
“gak apa – apa. Yang penting kalian telah sampek kerumah
dengan selamat. Ayo masuk” ajak Abang ramah.
~Ooo~
Isyara dan Zara pergi kekampus bersama, mereka di antar
oleh supir pribadi Zara. Sepenjang perjalanan mereka bercerita banyak hal.
Jam 14:45 wib Zara dan Ilham duduk di taman kampus tangah
belajar bersama, Zara memberi 10 soal yang harus di jawab Ilham.
“kalau pertanyaan ku betul semua aku ingin bicara sama
kamu sebentar. Serius” ucap Ilham setelah membaca soal – soal yang di kasih
Isyara.
“ok”
Ilham mengerjakan soal itu dengan serius, dan Zara pun
serius memperhatikan Ilham entah apa yang ada di pikirannya. Dan setelah itu
Zara berucap, Ilham terlihat binggung melihat kalakuan Zara yang aneh itu,
Ilham juga tau kalau Zara mempehatikannya. Setelah 12 menit berlalu Ilham pun
telah menyelesaikan soal –soal itu, kini giliran Zara yang memerikasa jawaban
Ilham.
“gimana?”
“bagus” serus Zara sambil membentangkan jawaban Ilham.
“Alhamdulilah, jadi sekarang Abang bisa bicara hal
penting sama Za kan?” tanyak Ilham Zara menganggukan kepalanya.
“Abang telah memilih gadis itu dari pada Isya, gadis yang
membuat Abang menjadi seperti sekarang ini. Dan gadis itu adalah Zara Khalisa
gadis yang istimewa”
“apa maksud Abang?”
“Abang cinta Zara Khalisa”
“enggak Abang gak cinta Zara, Abang mencintai Isyara
Elmas” sangkal Zara.
“dulu tapi sekarang Abang cinta Za, sangat cinta jantung
Abang selalu berdetak cepat saat bersama dengan Zara”
“uff Abang bilang jantung berdetak saat jatuh cinta, ya
Zara juga merasakan hal itu saat bersama Abang, Zara gak suka saat pertama kali
melihat Isya memanggil Abang” jujur Zara.
“semoga kalian bahagia” kata Isya yang melihat adegan itu
lalu pergi meninggalkan taman.
“Za jatuh cinta sama Abangkan?”
“entah Za gak tau tapi Zara gak bisa milih Abang, Zara
akan memilih hati yang pertama kali Zara pilih” kata Zara dan tanpa di duga
Ilham menetes kan air matanya.
“siapa dia, Abang gak pernah melihat Za dengan pemuda
lain”
“Aditia, Aditia Azka. Dialah pemuda yang telah merebut
hati Za jauh sebelum Abang. Walaupun mungkin Za mencitai Abang Za tetap memilih
Aditia” kata Zara yakin.
“gak adakah kesempatan untuk Abang?” tanyak Ilham kecewa.
“maaf gak ada, hati Zara untuk Adit. Zara sama Abang
hanya bisa berteman saja itu kenyataannya” ucap Zara dengan air mata di
pipinya.
“dia akan melamar Zara dan setelah semester ini kami akan
menikah” sambung Zara dan meninggalkan Ilham yang terpaku dalam diamnya.
‘secapat itu’
kata batin Ilham.
~Ooo~
Keesokan
harinya, Zara, Ilham, dan Isyara mengikuti ujian final dengan murung. Ketiganya
sibuk dalam pikiran masing – masing. Mereka bertiga masih mikirkan hal yang
sudah menimpa mereka.
“kamu kenapa sih Ara, nampak nya gak senang belum
berbaikan sama Bang Ilham” goda Nur.
“jangan marah lama – lama” kata Aditia.
“Aditia kapan akan ngelamar Zara?” sontak pertanyaan Zara
membuat Aditia mereona.
“khem setelah final” jawab Aditia yakin dengan senyum
menghiasi wajahnya
“hmm gitue, Ara ke toilet bentar ya” pamit Zara dan pergi
menuju toilet.
Dijalan menuju toilet Zara yang masih memikirkan hal yang
ia bicarakan sama Ilham pun tak sengaja menabrak Isyara, yang juga tengah
memikirkan hal yang sama.
Bruk
“astaufirullah maaf sa__ Isya kamu gak apa kan?” tanyak
Isyara.
“eh Kak Zara, iya Kak Isya gak apa – apa”
“hmm gimana ujian lancar”
“alhamdulilah lancar Kak” jawab Isyara.
“oh Isya sepertinya Bang I__”
“Kak, Isya harap Kakak jangan bicara soal Bang Ilham dulu
Isya harus bisa menghapus rasa ini dari hati Isya dan lagi Isya mau focus sama
ujian Isya”
“Isya Bang Ilham butuh Isya sekarang”
“maaf Isya harus pergi”
“yang Bang Ilham
butuh Kakak kerena Kakak kekasihnya bukan Isya” uacap batin Isyara.
~Ooo~
3 bulan kemudian, Zara sedang duduk bersama Ilham, Nur
dan Aiza mereka tengah mengobrol di taman belakang rumah Zara. Mereka
membicarakan Isya yang menghilang tanpa jejak, Ilham dan yang lainnya sudah
berusaha mencari Isya tapi mereka belum juga menemukan Isya.
“kenapa Isya belum kembali juga ya? Padahal Zara sudah
menjelaskan semuanya pada Isya”
“dia butuh waktu untuk menerima semuanya” kata Nur.
“dan lagi Adit juga menghilang mendadak” omel Zara kesal.
“Adit akan kembali tenang aja,dia hanya lagi ada urusan”
kata Ilham.
“Adek – Adek bukankah kalian nak cari cincin tunang?”
tanyak Kak Ayu yang numapang lewat taman belakang.
“ya Allah Abang lupa, ayo Za kita berangkat makasih Kak
telah ingatin”
‘yalah”
“hmm kalian berdua mau ikut?” tanyak Za menatap teman –
temannya.
“gak tenaga kami masih banyak di butuhkan disini” jawab
Aiza.
Ilham dan Zara pun pergi ke mol untuk membeli cincin,
mereka melihat beberapa pasang cincin tunangan yang menarik perhatian mereka.
Keduanya punya selera yang sama, setelah mencoba beberap pasang cincin akhirnya
pilihan jatuh pada cincin emas putih yang pinggirnya di hiasi berlian cincin
itu terlihat sempurna saat di gunakan Zara.
“Abang yakin ini cocok?” tanyak Zara gak yakin.
“cocoklah, coba Abang gunakan ya” Ilham memasang cincin
itu di tangan nya
“bukankah itu Bang Ilham dan Kak Zara?” seorang gadis
bertanya pada dirinya sendiri saat melihat Zara dan Ilham mencoba cincin tunangan.
“gimana ok kan?” tanyak Ilham sambil tersenyu manis.
“Kak Za Bang Ilham!” seru seorang gadis, Ilham dan Zara
spontan membulatkan matanya kerena rasa keterkejutannya.
“Isya” ucap keduanya bersamaan.
“Isya kecewa sama Kak Zara, Kakak bilang Isya harus
kembali dan membuat Bang Ilham bahagia, tapi nyatanya Bang Ilha cukup bahagia
bersama Kakak” kata Isya berusaha setenang mungkin.
“Isya kamu salah paham Kakak dan Bang gak memiliki
hubungan yang kamu pikirkan” kata Zara coba menjelaskan apa yang tengah
terjadi.
“ini udah jelaskan 2 orang yang berlainan jenis membeli
cincin tunangan, apa lagi yang akan mereka lakukan” kata Isya.
“kamu salah, enggak semua yang kamu liat adalah kenyataan
nya” kata Ilham.
“hay sorry ya aku telat” ucap Aditia yang baru datang.
“Isya, kenalkan ini Aditia Azka calon tunangan sekaligus
calon suami dari Zara Khalisa “ ungkap Ilham saat Aditia yang baru datang
ngambil posisi di samping Zara.
“calon suami?” ulangnya agak terkejut.
“iya. Abang dan Za telah mutusin hubungan kami hanya
sebatas teman gak lebih, dan hari ini saat ini Aditia menyuruh Abang untuk
mengatar Zara membeli cincin pertunangan mereka karena Aditia ada urusan” jelas
Ilham, seketika raut wajah Isyara merona karena malu telah salah paham.
“Maaf” gumamnya pelan.
“makanya lain kali jangan mudah untuk ngambil kesimpulan”
ucap Zara dengan nada menyindir tapi bibirnya melukis sebuah senyum yang manis.
“hehehe iya Kak” ucapnya dengn nyengir kuda.
“inikan juga bukan salah Isya , yang Isya tau kan Bang
Ilham suka Kak Za” sambung Isyara.
“yah tapi bertepuk sebelah tangan” kata Ilham, Aditia
yang mendengar itu pun merasa sakit dalam hatinya.
“enggak Abang gak
bertepuk sebelah tangan Ara juga menyukai Abang aku bisa liat dari cara dia mentap Abang”
kata batin Aditia lirih.
“oh ya kalau gitue Isya masih punya kesempatan dong buat
jadi lebih dari teman Bang
Ilham?” tanyak Isya
gembira, mendengar itu seketika raut wajah Zara berubah.
“hmm tapi gak sekarang” kata Ilham.
“oh Dit ini cincin yang menurut Abang cocok ok gak?’
sambung Ilham.
“ok juga, Ara suka”
“suka”
“ya udah Adit bayar dulu”
Setelah membayar cincin yang cocok itu mereka pun mutusin
untuk langsung pulang, Ilham mengantar Isya dan Zara bersama Aditia. Selama
menuju pulang Aditia tak henti – hetintya memperhatikan Zara yang hanya diam.
“kamu kenapa liat aku gitue?” tanyak Zara yang merasa di
perhatikan.
“Ara cinta Bang Ilham?”
“eh? Kamu kok nanyaknya gitu”
“Adit ikhlas kalau Zara mencintai Bang Ilham dan sebelum
kita menikah kita bisa membantalkan semua” kata Aditia lirih.
“Ara gak tau ini perasaan cinta atau pun bukan, tapi
walaupun itu cinta kami gak mungkin menyatu akan banyak yang tersakiti” jujur
Zara.
“Adit ikhlas asal Ara bahagia”
“gak, Ara yakin hanya Adit yang bisa membuat Ara bahagia,
Ara akan berusaha mencintai Adit sepenuhnya, dan lagi Ara tetap milih hati yang
pertama kali Ara pilih. Jika Adit ikhlas bagiamana dengan Isya orang tua Zara
orang tua Adit dan teman – teman juga Ara. Ara gak akan bahagia” jelas Zara.
“maafkan Adit” ucap Aditia menyesal telah menanyakan hal
itu dan meragukan Zara.
“tidak apa – apa asal Adit mengerti kalau Ara hanya mau
Adit yang akan menjadi Imam dan Ayah dari anak – anak Ara” kata Zara dan
keduanya pun tersenyum bahagia.
~Ooo~
Hari yang di tunggu tiba, Zara Nampak cantik dengan baju
pengatin warna putihnya dan Adit pun telihat gagah. Aditia Azka telah siap
untuk mengucap ijab kabulnya walau masih terlihat gugup. Ilham dan Isyara yang
tadinya duduk tidak jauh dari acara kita terlihat banggun dan menuju kamar
penggantin
Didepan pintu kamar pengantin keduanya berdiri sambil
melepar senyum jahill, lalu Ilham mengetuk pelan pintu kamar itu. Saat memasuki
kamar Ilham terpaku melihat kecantikan Zara yang jarang di poles dan hari ini
terlihat bak boneka barbi. Isya yang berdiri di samping Ilham melihat raut yang
berubah dari Ilham tapi dia tidak mempermasalahkannya, toh Ilhama masih
mencintai Zara tapi ia yakin lambat laun Ilham akan melupakan Zara.
“khem wow Kak Zar Kakak sangat cantik” goda Isya.
“eh Isya bang Ilham, apa ijab kabulnya udah selesai Adit
bisa jawa?” tanyak Zara cemas.
“kamu mau lihat gimana ekspresi Adit”
“hm tak nak, Za tunggu aja di sini” tolak Zara.
“dia sangat gugup” bisik Isyara.
“benarkah?’
“hmm”
“kalau ada Za mungkin dia gak akan gugup lagi” ucap Ilham
sambil mengedipkan matanya pada Zara.
“pengantin wanitanya cantik ginie” tambahnya dan membuat
Zara merona.
“khem Isya cantik pekek jelbab” kata Zara mengalihkan
arah pembicaraan Ilham.
“pandailah tue mengalihkan pembicaraan” sindir Ilham.
“Isya terlihat makin manis kan Bang?”
“hmm, makasi ya Kak udah di puji Isya harap bang Ilham
juga akan tertarik” kata Isya melirik Ilham.
“jangan gara – gara Abang kamu tutup aurat kamu” ucap
Ilham kesal.
“eh enggak lah bang Isya tulus kok dari hati Isya” bantah
Isya cepat.
“ya walaupun ada dikit, hihihi” tuturnya yang langsung
mendapat tatapan horror dari Zara dan Ilham.
“dasar Isya” cibir Ilham sambil menarik hidung Isyara.
“kenapa rasanya aku gak rela melihat
mereka begitu?” jujur batin Zara.
Setelah menggoda Zara kedua anak manusia itu pun membawa
Zara keluar dan membawanya ke pada Aditia. Aditia yang telah mulai lega karena
berhasil mengucap ijab Kabul pun tertegun melihat Zara yang melangkah kearahnya
dengan anggun.
“jangan sampek ileran” bisik Nur yang berada di samping
Aditia.
“nih pengantin wanitanya, kamu harus jaga dia baik – baik
dan jangan pernah buat dia kecewa apa lagi menangis” ancam Ilham yang ikut
mendapingi Ummi Zara saat menyerahkan Zara pada Aditia. Aditia hanya tersenyum
merespon ancman Ilham.
Setelah acara inti selesai sekarang acara yang paling
menyenangkan pun di mulai yaitu acar ambil foto bersama. Aditia dan Zara
berdiri di tengah, Ilham dan Aiza berdiri di samping Zara dan Isyara bersama
Nur berdiri di samping Aditia.
“ini udah pas ya?” teriak fotografernya.
“mulai sekarang kalau Adit minta Zara panggil Adit Abang
boleh?” tanyak Aditia.
“tentu Abang Aditia Azka, sayang pun boleh”
“kalau malam pertama boleh”
“eh?”
Jepret