Zifa
Melani seorang gadis yang selalu mengamati sang pujaan hatinya di bukit yang ia
sebut ‘bukit tursina’. Semejak
bergabung di salah satu Universitas ternama di kotanya, mengamati sang Kakak
senior adalah hobby barunya. Zifa selalu duduk di bukit yang tidak tinggi itu
sambil mengamati kegiatan Fahrul Arifin. Zifa sering memungkiri kalau ia jatuh
cinta sama Fahrul, namun kebenaran itu tidak dapat ia sembunyikan selamanya
dari teman – teman yang selalu ada untuknya.
Zifa terlalu takut mengakui cintanya
ia takut jika harus merasakan sakit, dia memilih memendam perasaan itu dan
mengamati Fahrul diam – diam. Dia selalu berusaha bersikap santai saat ia
bertatapan atau berbicara dengan Fahrul. Walaupun sulit untuknya Zifa selalu
berusaha melakukan yang terbaik untuk menyebunyikan perasaan itu.
Zifa tau mencintai Fahrul adalah
kesalahan yang besar, Fahrul sosok seorang Mahasiswa yang bisa di katakan
sempurna. Ia ketua Himpunan jurusan Ilmu Komunikasi, pintar, selalu berperstasi
dan masih banyak hal yang cocok mendiskripsikan Fahrul. Sedangkan Zifa hanyalah
Mahasiswa baru yang tidak banyak dikenal orang, bahkan teman satu angkatannya
saja belum semua mengetahui nama Zifa.
“Fa kayak serius banget?” tanyak
Wirda yang menatap Zifa dengan tatapan serius.
“gak ada yang istimewa” respon Zifa
santai
“benarkah?” tanyak Wirda gak yakin
dengan jawab santai Zifa.
“ya ampun Wir loe kayak gak tau aja
teman kita ini, kalau ia duduk di bukit ini ya pasti dia mengamati Kak Fahrul
yang berada di LEB” tanggap Liska yang tengah mengotak – atik ponsel gengamnya.
“ceritanya penggagum rahasia”
tanggap Misna yang tengah menyantap somaynya.
“eh Kak Fahrul kok menuju kesini?”
tanyak Zifa panic.
Zifa yang melihat langkah Fahrul
menuju kearah tempat mereka berada merasa panic, tapi teman – temannya sangat
santai. Langkah Fahrul makin mendekat, Zifa menarik nafas lalu berusaha
bersikap sesantai mungkin.
“hay, boleh berbicara sebentar?”
tanyak Fahrul yang sudah berada di depan mereka.
“iya memang Kakak mau bicara apa?”
Zifa bertanyak balik dengan sikap biasa, dia dapat menyebuyikan perasaan itu
dengan sempurna.
‘Wahyu
bilang ni cewek selalu mengamiti gue, kok dia biasa aja gak ada kesan kalau ia
menyukai gue’ kata batin Fahrul.
“hmm tolong informasikan pada teman unit
kalian kalau jurusan kita mengadakan pertemuan di aula hari Senin membahas
tentang konsentrasi yang akan kalian ambil” kata Fahrul tanpa menatap Zifa yang
jelas – jelas ada di depannya.
“baik” jawab 4 sekawan itu serentak.
Mendengar jawaban itu Fahrul
tersenyum lalu pamitan untuk balik ke LEB, tapi pikirannya terus tertuju pada
Zifa. Melihat tingakah Fahrul sekarang sepertinya ia diam – diam mencintai Zifa
kerena terpengaruh cerita Wahyu.
“Zifa Melani” gumam Fahrul dan
menarik nafas berat saat mengingat gadis itu.
~Ooo~
Hari senin yang di maksud Fahrul pun
tiba, semua anak Ilmu Komunikasi angkatan 2015 memenuhi aula FISIP. Diam – diam
Zifa dan Fahrul ternyata saling mengamati tapi sayang keduanya gak ada yang
sadar. Walaupun mungkin teman – teman mereka melihatnya kedua ‘makhluk’ itu gak akan percaya.
Zifa mendengar dengan seksama
penjelasan Fahrul tentang konsetrasi Jurnalistik kerena Zifa tertarik dengan
jurusa itu, ini semua bukan kerena Fahrul tapi benar – benar tulus dari
hatinya. Pandangan Zifa kali ini juga tidak seperti biasanya, pandangan ini
lebih menujukan kalau Zifa sedang menyimak penjelasan Fahrul bukan wajahnya
atau gerak geriknya seperti yang ia lakukan seperti biasanya.
‘dia
gak tertarik sama gue’ simpul batin Fahrul saat melihat tatapan Zifa,
bahkan Zifa gak sadar kalau Fahrul memperhatikannya.
Selesai dengan penejelasan ke 3
konsetrasi kini giliran menentukan pilihan, Zifa bangkit dari duduknya dan
mengambil kertas itu lalu menulis namanya.
“Kak!” seru Zifa pada Fahrul yang
memang berada di sampingnya.
“kalau kita telah menulis nama kita
disini berarti saat pembagian kelas kita langsung masuk kekonstrasi yang kita
pilihkan gak ada perubahan lagi?” tanyak Zifa menatap Fahrul.
“iya” jawab Fahrul singkat tanpa
lepas dari ponsel canggihnya.
‘apa
dengan sikap ini bisa di katakan ia mulai tertarik pada ku?’ tanyak batin
Zifa kecewa, lalu langsung pergi meninggalkan Fahrul. Tanpa di suruh siapan pun
dengan reflexs Fahrul melihat kepergian Zifa dengan sedih.
“wah loe mulai suka sama tu cewek
ya” tanyak Wahyu yang ikut melihat kepergian Zifa.
“gak” jawab Fahrul singkat dan
pergi.
“loe suka dia, begitu juga gue tapi
dia juga menyukai loe, huff bodoh” oceh Wahyu sedih dan juga ikut meninggalkan
tempat itu.
Perasaan cinta yang disembuyikan
oleh Zifa dan Fahrul tanpa mereka sadari membuat Wahyu dalam masalah besar.
Wahyu yang diam – diam mempunyai hobby baru yaitu menangkap basah Zifa
mengamati Fahrul malah menyukai Zifa. Banar kata orang perasaan cinta itu tidak
bisa di control, karena perasaan itu akan tumbuh begitu saja tanpa mau tau
dimana siapa dan kapan. Siap jatuh cinta siap merasakan sakit.
~Ooo~
Ke esokan harinya, Zifa tengah duduk
melamun dan menunggu kedatangan teman – temannya, tapi ia malah di kagetkan
dengan kehadiran Wahyu. Wahyu menyapa Zifa dengan ramah, lalau duduk di meja
yang sama dengan Zifa. Keduanya bercerita banyak hal hingga cerita itu tertuju
pada permasalahannya dengan Fahrul.
Wahyu mengatakan kalau ia dapat
merasakan cinta Zifa yang begitu besar pada Fahrul, begitu juga sebaliknya.
Bukannya percaya dengan cerita Wahyu, Zifa malah tertawa keras ia menganggap
hal itu tidak mungkin sama sekali.
“hmm Kak Wahyu mungkin benar
mengatakan kalau aku menyukai Kak Fahrul tapi Kakak salah kalau bilang aku
cinta sama dia. Dan apa? Kak Fahrul mencintai ku, apa Kakak serius ahhahahaha”
“terserah kamu percaya atau enggak, kamu
tau enggak bahkan Kakak menyukai kamu”
“tau. Kalau Kakak gak menyukai ku
Kakak gak akan mau berteman dengan ku, seperti Zifa juga menyukai Kakak” jujur
Zifa dengan senyum manisnya.
‘tapi
Kakak menyukaimu bukan seperti kamu menyukai Kakak” kata batin Wahyu lirih.
Tengah asyik mengobrol, Wirda,
Liska, dan Misna datang ikut bergabung. Mereka berlima terlihat sangat akrab,
sesekali Wahyu kenak marah dari keempat gadis itu karena sibuk dengan
ponselnya. Katanya sih lagi kirim pesan untuk kawan kalau ia lagi disini, para
gadis itu pun memakluminya. Dan teman Wahyu katanya sebentar lagi akan datang,
benar saja tanpa perlu menunggu lama sosok teman itu datang yang tak lain
adalah Fahrul Arifin sosok yang sebanarnya lagi di hindari Zifa.
“eh kalian juga ada disini?” tanyak
Fahrul ikut bergabung.
Setelah kehadiran Fahrul suasana
nampaknya berubah, Zifa lebih banyak diam dari yang tadi dan ia sibuk dengan
ponselnya. Sedangkan Fahrul juga gak jauh
bedanya, jika di tanyak maka ia akan menjawab dengan jawaban simple. Wahyu dan
ketiga gadis yang berteman dengan Zifa saling memandang keduanya bergantian.
“cukup” kata Wahyu tiba – tiba dan
bangkit dari duduknya.
“apanya yang cukup?” tanyak Fahrul
memandang Wahyu.
“kalian berdua cukup jadi orang
lain, sekarang gue mohon kalian jadi lah diri sendiri yang satu bersikap cuek
sibuk dengan ponsel untuk menyembuyikan rasa cinta dan yang satu lagi tiba –
tiba jadi pendiam dan saat orang yang ia cintai ada di hadapannya malah
bersikap biasa
berusaha menutup rasa cinta, gue mohon cukup ber pura – pura” kata Wahyu
panjang lebar kedua makhluk yang saling mencintai itu hanya diam.
“Zifa kamu diam – diam mengamati
Fahrul dan kamu mencintainya. Dan loe Fahrul semejak loe tau Zifa memperhatikan
loe bukankah rasa cinta itu mulai timbul hmm loe menyembuyikan rasa cinta loe
karena gak menangkap basah Zifa mengamati loe, kalian berdua bodoh. Kalau
memang cinta tinggal bilang aja tunjukin kalau cinta jangan malah saat kalian
berhadapan gini malah jadi orang lain” sambung Wahyu kesal, lalu meranjak
pergi.
Setelah kepergian Wahyu suasana
malah jadi sunyi, seluruh orang di kantin memperhatiakan mereka. Music yang
tadi di mainkan untuk menghibur para pengunjung malah di matikan. Zifa dan
Fahrul saling memandang, pandangan yang berebeda dari baisanya.
“Zifa” panggil Fahrul dan mulai
membuka pembicaraan, Zifa menatap mata Fahrul.
“apa yang di katakana Wahyu kalau
aku mulai menyukai kamu itu semua gak__” perkataan Fahrul mengantung dia
memandang Zifa yang ada dihadapannya
“gak
benarkan” perkataan Fahrul yang mengantung itu malah di lanjutkan Zifa.
“bukan, gak salah lagi kalau aku
mulai menyukai kamu, tapi aku gak bisa menemukan cinta itu dari kamu bahkan
saat pembicaraan konsetrasi aku memperhatikan kamu tapi kamu serius menyimak
penjelasan Kakak”
“ya Zifa serius setengah, setengah
lagi Zifa berhayal tentang Kaka” jujur Zifa malu, yang ikut melihat adegan itu
malah BAPER sendiri.
“Zifa mulai sekarang buka muka palsu
itu saat sama Kakak tunjukan kalau kamu menyukai Kakak, dan Kakak juga kan melakukan
hal itu. kita lepaskan yang palsu dan mari mulai yang baru. Zifa Melani
bersediakah kau menjadi kekasih ku” ucapan Fahrul itu bukan hanya membuat Zifa
yang tegang tapi juga seluruh pengunjung kantin.
“iya aku mau jadi kekasih dari
Fahrul Arifin” keduanya tersenyum bahagia, dan yang lain menepuk tanggan ikut
bahagia.
Di luar kantin ternyata Wahyu
melihat adegan itu dengan perasaan campur aduk antara bahagia dan sedih melihat
mereka jadian. Liska yang tengah ikut bahagia tak sengaja menangkap wajah sedih
Wahyu, ia keluar dan menghampiri Wahyu.
“hey”
“hay”
“hmm Kakak baik?”
“hmm Kakak bilang pada mereka harus
jadi diri sendiri dan mengungkap kan rasa cinta mereka, tapi Kakak
menyembuyikan rasa cinta Kakak untuk Zifa” perkataan Liska membuat Wahyu
menarik sudut bibirnya dan membentuk sebuah senyum yang manis.
“ya Kakak memakek topeng untuk
kebahagian mereka, mereka saling mencintai Kakak akan mengacaukan semuanya
kalau perasaan Kakak ini di ketahui, Kakak harap kamu gak bocor”
“tenang aja Liska Riana tempat
menyimpan rahasia terbaik” kata Liska tersenyum bahagia.
“ok Kakak percaya, kamu mau ikut
Kakak pergi dari tempat ini?” Liska menganggukan kepalanya untuk memberi
jawaban pada Wahyu.
‘ya
tempat menyimpan rahasia yang baik, bahkan Kakak gak sadarkan kalau selama ini
aku memakek topeng untuk menutupi perasaan ku. Aku gak bisa jujur aku takut
saat – saat seperti ini gak akan ku rasakan lagi, jadi lebih baik aku
menyembuyikan rasa cinta ini, setidaknya sekarang dengan Zifa dan Kak Fahrul
yang menyatu cukup membuat aku bahagia’ jujur batin Liska sambil mengikuti
langkah Wahyu yang ada di sampingnya.
END
Cherry Alaric adalah nama pena yang
biasa di pakai Merifa Moliya, seorang Mahasiswi di Universitas Malikussaleh
jurusan Ilmu Komunikasi. Merifa Moliya sangat gemar berhayal, dari hayalannya
ini Merifa Moliya sudah banyak
menghasilkan cerita. Merifa Moliya mulai menulis cerita saat kelas dua
SMP.